Ilustrasi harga minyak. Foto: Unsplash.
Husen Miftahudin • 29 October 2024 10:41
Jakarta: Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami peningkatan tipis pada perdagangan Selasa (29/10), setelah mengalami penurunan tajam di sesi sebelumnya.
Berdasarkan analisis Andy Nugraha dari Dupoin Indonesia, harga minyak berpotensi mengalami tekanan ke bawah, meskipun terdapat sedikit dorongan dari rencana Amerika Serikat (AS) untuk membeli minyak guna mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis (SPR).
"Fokus investor saat ini tetap tertuju pada perkembangan situasi di Timur Tengah, khususnya terkait ketegangan antara Israel dan Iran," ungkap Nugraha dikutip dari analisis hariannya, Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurut indikator Moving Average yang digunakan oleh Nugraha dalam analisisnya, tren bearish pada minyak WTI masih mendominasi pasar. Meskipun ada kenaikan kecil dalam harga minyak pada hari ini, tanda-tanda teknis menunjukkan kemungkinan penurunan lebih lanjut.
Nugraha menyebutkan WTI berpotensi turun hingga mencapai level USD65 per barel sebagai target terendah, kecuali terjadi rebound yang signifikan. Apabila harga mampu bertahan dan mengalami rebound, target kenaikan terdekat yang bisa dicapai adalah sekitar USD70 per barel.
Pada Selasa, harga minyak WTI tercatat berada di USD67,83 per barel, mengalami kenaikan sebesar 45 sen atau sekitar 0,7 persen. Namun, kenaikan ini dianggap hanya sebagai pemulihan sementara setelah penurunan tajam sebesar enam persen pada Senin (28/10), yang merupakan level terendah sejak awal bulan Oktober.
"Penurunan tersebut dipicu oleh ketegangan Timur Tengah setelah serangan balasan Israel terhadap Iran yang menyasar infrastruktur militer dan minyak di Teheran," papar Nugraha.
(Ilustrasi pergerakan harga minyak dunia. Foto: ICDX)
Amerika Serikat menyatakan niatnya untuk membeli hingga tiga juta barel minyak untuk SPR dengan jadwal pengiriman hingga Mei tahun depan. Namun, pembelian ini akan dibatasi oleh anggaran yang tersedia, kecuali kongres menyetujui tambahan dana.
Rencana AS ini memberikan dukungan jangka pendek bagi harga minyak, meskipun pasar masih menunjukkan kecenderungan bearish karena musim permintaan puncak bahan bakar minyak musim dingin di belahan bumi utara masih beberapa bulan lagi.
Sementara itu, permintaan minyak di Tiongkok, salah satu konsumen minyak terbesar, juga masih lesu, menambah tekanan pada harga minyak global.
Baca juga: Harga Minyak Brent Merosot Jadi USD71,42/Barel |