ilustrasi medcom.id
Ahmad Mustaqim • 28 December 2024 20:33
Yogyakarta: Sejumlah peristiwa menjadi sorotan publik di Daerah Istimewa Yogyakarta sepanjang 2024. Mulai dari kasus kriminal hingga politik. Kasus-kasus kriminal yang jadi perhatian publik salah satunya yakni pencabulan anak-anak yang dilakukan guru les.
Lalu pada penghujung tahun terungkap kasus jual-beli anak yang dilakukan dua bidan. Sementara, peristiwa politik yang menarik yakni Pilkada kabupaten/kota di DIY diikuti banyak pasangan calon. Hal yang menarik ada tindakan politik yang di Pilkada Kabupaten Sleman yang terungkap. Berikut kaleidoskop 2024 di DIY:
Guru Les Cabuli 22 Anak Laki-laki
Pada Oktober lalu terungkap kasus guru les anak-anak TK melakukan pencabulan. Guru les di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, berinisial EDW, 29, diduga melakukan pencabulan kepada anak di bawah umur. Korban pencabulannya anak-anak lelaki.
"Korban yang teridentifikasi ada 22 anak" kata Kepala Polsek Gamping, AKP Sandro Dwi Rahadian.
Para korban rata-rata kini berusia 13 hingga 18 tahun. DW melakukan pencabulan karena memiliki kedekatan dengan para korban yang duduk di kursi SD sampai SMP. Hasil penyidikan, DW mendokumentasikan perilaku cabulnya menjadi puluhan video. DW juga mengaku pernah menjadi korban perilaku cabil ketika masih anak-anak. Selain itu, hasil pemeriksaan gawai DW, dirinya tergabung di grup media sosial berisi anggota gay dari berbagai negara.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman, Sri Budiantingsih mengatakan jajarannya terlibat dalam melakukan penanganan kasus itu. Ia mengatakan baik korban dan orang tua diberikan pendampingan. Namun, dampak buruk yang dialami anak itu membuat adanya pemakluman pada tindakan tersebut.
"Disinyalir anak-anak ini menganggap tindakan pelaku hal biasa," kata Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sleman, Sri Budiantingsih.
Beberapa waktu lalu Polsek Gamping telah melimpahkan kasus itu ke kejaksaan. Adapun pelaku dijerat Pasal 82 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang jo pasal 64 KUHP atau pasal 292 KUHP jo pasal 64 KUHP, hukuman maksimal 15 tahun.
Pilkada Ramai Kontestan, Politik Uang Terungkap
Pilkada 2024 kabupaten/kota di DIY diikuti banyak pasangan calon. Bahkan, bahkan di empat daerah diikuti tiga pasangan calon. Di Kabupaten Bantul, petahana bupati Abdul Halim Muslih berpasangan dengan Aris Suharyanta. Keduanya didukung Partai NasDem, PKB, Partai Golkar, Partai Gerindra, PKN, Partai Buruh, Partai Garuda, PSI, dan Partai Gelora.
Selain itu, petahana wakil bupati Bantul, Joko B. Purnomo berpasangan dengan Rony Wijaya Indra Gunawan. Partai pengusungnya yakni PKS, PPP, PDI Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Ummat. Ada juga pasangan Untoro Hariadi dan Wahyudi Anggoro Hadi dengan pengusung PAN dan PBB. Wahyudi Anggoro merupakan kepala desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon yang berprestasi.
Di Kabupaten Kulon Progo ada Marija dan Yusron Martofa yang diusung Partai Gerindra, PKB, dan Partai NasDem. Pasangan tersebut bakal berebut suara dengan Novida Kartika Hadhi-Rini Indriani dengan penguaung PDI Perjuangan dan PKS, serta pasangan R. Agung Setyawan-Ambar Purwoko dengan penyokong Partai Golkar, PAN, PPP, Partai Demokrat, Partai PERINDO, Partai Ummat, PKN, Partai Garuda, PSI, Partai Gelora, dan PBB.
Lalu, di Kabupaten Gunungkidul ada pasangan Endah Subekti Kuntariningsih dan Joko Parwoto diusung PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan PKB. Mereka ditantang berebut suara pasangan Sutrisna Wibawa-Sumanto yang diusung Partai NasDem, PKS, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat, serta Sunaryanta-Mahmud Ardi Widanto dengan penyokong PAN, Partai Garuda, Partai Gelora, PPP, PSI, dan Partai Ummat.
Di Kabupaten Sleman, Harda Kiswaya-Danang Maharsa yang didukung PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Golkar, PPP, Partai NasDem, PKS, PKB, Partai Buruh, PSI, Partai Gelora, Partai Demokrat, dan Partai Ummat, bakal melawan pasangan Kustini Sri Purnomo-Sukamto dengan penyokong PAN, PBB, Partai Garuda, PKN, dan Partai Perindo.
Praktik politik uang yang terungkap yakni di Pilkada Kabupaten Sleman. Polresta Sleman, Yogyakarta melimpahkan tersangka dan barang bukti kasus politik uang yang terjadi di Desa Sendangmulyo, Kecamatan Minggir. Pelimpahan berkas tersebut telah dinyatakan lengkap.
"Berkas perkara dan tersangka yang telah kami limpahkan sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Sleman, AKP Riski Adrian dihubungi, Jumat, 20 Desember 2024.
Ada enam tersangka yang sudah ditetapkan Polresta Sleman. Mereka merupakan pemberi dan penerima uang. Para tersebut kemudian dipanggil untuk diperiksa dan satu di antaranya mangkir. Tersangka atas nama Kiskandar, 54, warga Kecamatan Minggir kini menjadi buron. Akhirnya, hanya lima tersangka yang dilimpahkan ke kejaksaan.
"Kami telah mengeluarkan surat panggilan dan telah melakukan upaya pencarian (tersangka Kiskandar), tersangka sampai dengan saat sekarang tidak kooperatif artinya tidak hadir sehingga kita keluarkan surat DPO (daftar pencarian orang)," ujarnya.
Sementara, Riski melanjutkan, hampir semua berkas tersangka yang telah diproses dinyatakan lengkap. Kini proses hukum tersangka selanjutnya ada di jaksa sebelum nanti disidang. Terpisah, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Sleman, Agung Wijayanto mengonfirmasi lima tersangka telah diterima dari kepolisian. Proses ini menjadi tahap II pelimpahan kasus dilanjutkan penyusunan berkas dakwaan sebelum pelimpahan ke pengadilan untuk proses persidangan.
"Kami kini lakukan periksa dan penyempurnaan surat dakwaan. Jika sudah benar-benar siap, baru kita limpahkan (ke pengadilan)," ucapnya.
Perdagangan Puluhan Anak
Kasus perdagangan anak terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) Pelakunya yakni dua perempuan DM, 77, dan JE, 44, warga Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Peristiwa ini terungkap kepolisian setempat pada Rabu 4 Desember 2024 sekitar pukul 13.00 WIB di salah satu rumah bersalin di Kota Yogyakarta.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Komisaris Besar FX Endriadi mengatakan polisi praktik itu setelah menyamar jadi calon adopter atau pengadopsi dan ditawari beberapa bayi.
"Bahwa bayi perempuan usia sekitar satu bulan setengah ditransksikan dengan harga bayi Rp55 juta," kata Endriadi.
Nominal itu diberlakukan untuk bayi perempuan dengan nilai maksimal Rp65 juta. Sementara, nilai untuk adopsi bayi laki-laki sebesar Rp65 juta sampai Rp85 juta. Dari situlah kemudian dilakukan penangkapan. Dari hasil pemeriksaan tersangka, mereka melakukan aksinya dengan modus memanfaatkan bayi maupun anak yang lahir di luar pernikahan atau lahir tidak dikehendaki. Proses adopsi dilakukan ilegal.
"Praktik perdagangan bayi tersebut sudah berlangsung sejak lama lebih dari 10 tahun dengan dibuktikan adanya penemuan berkas-berkas lama terkait dokumen serah terima bayi yg ada di rumah bersalin tersebut," kata dia.
Hasil pengecekan dokumen serah terima bayi-bayi dari rumah bersalin tersebut diketahui bahwa bayi tersebut diadopsi oleh pihak-pihak dalam dan luar kota Yogyakarta, termasuk ke berbagai daerah seperti Papua, NTT, Bali, dan Surabaya. Sejak beroperasi pada 2015, sebanyak 66 bayi yang terdiri dari bayi laki-laki 28 bayi dan bayi perempuan 36 bayi perempuan serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya, ditransaksikan.
Dua tersangka tersebut telah ditahan dan terus disidik. Sementara, satu bayi perempuan yang menjadi temuan saat operasi tangkap tangan saat ini dirawat di RS Bhayangkara Yogyakarta dan dalam kondisi pemulihan.
"Tersangka yang dilakukan penahanan yang berinisial JE merupakan residivis dalam perkara yg sama pada tahun 2020 Nomor Perkara 213/Pid.Sus/2020/PN Yky dengan putusan 10 bulan penjara," ujarnya.
Polisi menyita barang bukti 2 buah gawai milik tersangka, ATM sebagai sarana transaksi keuangan, dokumen penitipan dan penyerahan bayi, serta selembar surat izin praktik bidan yang sudah habis masanya.
"Pelaku dijerat Pasal 83 dan Pasal 76F Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 e KUHP," ucapnya.
Ketua RT 34 RW 9 Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Heru Budi Utomo mengatakan pemilik bangunan rumah bersalin tersebut juga dikenal sosok yang aktif di lingkungan masyarakat. Bahkan pernah memiliki jabatan.
"(Pemilik bangunan) orang yang baik sangat aktif kegiatan kampung. Dulu pernah jadi ketua RW," ujar Heru.
Heru mengaku tak menaruh curiga bangunan itu jadi tempat penjualan bayi. Apalagi sudah jelas terpampang sebagai rumah bersalin. Namun, di lokasi itu memang ada aktivitas mengasuh anak-anak atau bayi yang ditinggal orang tuanya.
"Tidak ada (aktivitas) yang mencurigakan. Tidak tahu ada kegiatan seperti itu (perdagangan bayi)," kata Heru.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta memastikan rumah bersalin di Kecamatan Tegalrejo yang dibongkar jadi praktik penjualan bayi gak memiliki izin. Lantaran ilegal, bidan di rumah bersalin itu semestinya tak berwenang menangani pasien.
"Bidan inisial DM dan JE saat ini tidak memiliki Surat Izin Praktik (SIP) sebagai bidan, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk praktik kebidanan," kata Kepala Dinkes Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani pada Jumat, 13 Desember 2024.