Jakarta: Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mendorong pemerintah untuk mengatur kembali konsep bisnis Pertamina Shop (Pertashop) agar tidak merugikan para pihak.
Pasalnya, terdapat keluhan dari pelaku usaha Pertashop di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta soal melempemnya penjualan bahan bakar minyak (BBM) pertamax series akibat adanya disparitas harga dengan pertalite.
Pengusaha Pertashop yang sedianya menjual BBM pertamax series, mengaku rugi karena banyak masyarakat yang beralih menggunakan BBM subsidi. Berdasarkan data pengusaha Pertashop di Jawa Tengah dan DIY, dari 448 unit Pertashop yang ada, sebanyak 201 di antaranya dilaporkan mengalami kerugian.
Sejumlah Pertashop harus sampai menutup usahanya dan sebagian dilaporkan sampai harus disita asetnya oleh perbankan karena tidak dapat membayar pinjaman.
"Pemerintah perlu menata kembali konsep bisnis Pertashop agar tidak merugikan banyak pelaku bisnis," ungkap Komaidi dalam keterangan yang diterima wartawan, dikutip Minggu, 16 Juli 2023.
Ia menjelaskan Pertashop didesain dan ditujukan untuk memperluas akses BBM kepada wilayah-wilayah yang belum terjangkau stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Karenanya Pertashop umumnya lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan dan pinggiran kota yang notabene dengan profil masyarakat berpendapatan lebih rendah dibandingkan masyarakat di perkotaan.
Praktis kebijakan yang hanya memperbolehkan Pertashop menjual BBM dengan nilai oktan (RON) tinggi di atas 90, dianggap Komaidi tidak sesuai dengan segmen pasar yang menjadi target.
Ia pun memafhumi dengan disparitas harga sekitar Rp2.500-Rp2.800 per liter antara pertamax dan pertalite, masyarakat memilih untuk membeli BBM RON lebih rendah dengan harga yang lebih murah.
"Dari perspektif ekonomi dan daya beli masyarakat, konsep bisnis untuk Pertashop kiranya perlu ditata ulang," tegasnya.
Perluas akses BBM
Penataan bisnis Pertashop dianggap penting untuk segera direalisasikan agar tujuan keberadaan Pertashop untuk memperluas akses BBM sebagai katalis pertumbuhan ekonomi nasional, tidak menjadi kontraproduktif dan membuat beban bagi pelaku bisnis yang telah berinvestasi di bisnis Pertashop.
Sementara itu, ditambahkan Komaidi, selama kehadiran pertabotol atau penjual BBM eceran tidak ditertibkan pemerintah, akan berdampak terhadap target penjualan Pertashop. Dampaknya, biaya operasional tidak dapat tertutup dan kemudian pengusaha Pertashop merugi.
"Hal itu karena Pertabotol dan Pertamini dapat menjual BBM RON lebih rendah yang tidak dapat dilakukan oleh Pertashop," ucapnya.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda saat dihubungi terpisah menuturkan, selama ada perbedaan harga pertamax dengan pertalite yang cukup jauh, secara rasional konsumen memilih BBM yang lebih murah.
"Mereka hanya yang kepepet yang beli pertamax di Pertashop. Tapi kalau tidak kepepet ya mereka belinya pertalite. Pertamax akan ditinggalkan, Pertashop akan sepi," ujarnya.
Nailul menambahkan untuk saat ini secara regulasi, Pertashop belum bisa menjual pertalite. Hal ini merespons permintaan dari pelaku usaha Pertashop di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta agar Pertashop dapat menjual BBM subsidi supaya usaha mereka tidak merugi.
"Secara regulasi belum memungkinkan mereka berjualan pertalite, harus pertamax," sebutnya.
Nailul mengatakan untuk mengakali agar bisnis Pertashop tidak merugi, pengusaha bisa menambah layanan usaha berupa pengisian nitrogen serta mini bengkel untuk tambal ban guna melengkapi bisnis Pertashop.
(INSI NANTIKA JELITA)