Banjir Insentif karena Pemerintah Gelisah Daya Beli Melemah

Ilustrasi daya beli masyarakat turun. Foto: Freepik.

Banjir Insentif karena Pemerintah Gelisah Daya Beli Melemah

M Ilham Ramadhan Avisena • 25 May 2025 10:12

Jakarta: Pemerintah kembali menggulirkan berbagai insentif untuk menjaga konsumsi rumah tangga yang menunjukkan pelemahan dalam beberapa triwulan terakhir. Stimulus berupa subsidi motor listrik, bantuan pangan, subsidi upah, hingga potongan tarif listrik dan tol diharapkan bisa menahan perlambatan ekonomi nasional, terutama saat tak ada momen musiman seperti Ramadan dan Lebaran di sisa triwulan tahun ini.

Namun langkah tersebut dipandang bukan sekadar kebijakan biasa. Pemerintah terlihat tengah menghadapi tekanan struktural pada konsumsi masyarakat yang tak kunjung pulih sejak tahun lalu. Lemahnya permintaan domestik yang tercermin dari data penjualan ritel membuat pemerintah harus mengintervensi secara langsung agar konsumsi tidak jatuh lebih dalam.

Periset dari Center of Reform on Economics (CoRE) Yusuf Rendy Manilet menilai kebijakan tersebut menunjukkan kegelisahan pemerintah terhadap ancaman daya beli yang melemah.

"Kebijakan pemerintah yang kembali mengguyur berbagai insentif seperti subsidi motor listrik, bantuan pangan, subsidi upah, hingga diskon tarif listrik dan tol memang mencerminkan adanya kekhawatiran terhadap melemahnya daya beli masyarakat," kata Yusuf saat dihubungi, dikutip Minggu, 25 Mei 2025.

"Ini bukan semata bentuk 'stimulus biasa', tetapi bisa dibaca sebagai respons terhadap tekanan konsumsi domestik yang tak kunjung pulih setidaknya sejak tahun lalu," tambah dia.
 

Baca juga: Siap-siap! Ada Tarif Diskon Listrik Lagi di Juni-Juli 2025
 

Tak ada momen musiman untuk dongkrak belanja


Selain itu, Yusuf menilai, ketiadaan momentum belanja besar pada sisa tahun ini turut memperbesar risiko. Tidak adanya Ramadan dan Lebaran membuat ruang pertumbuhan konsumsi sangat terbatas. Tanpa intervensi negara, potensi kontraksi konsumsi rumah tangga terbuka lebar.

Data ritel yang stagnan menjadi salah satu indikator belanja masyarakat belum pulih. Paket stimulus yang bakal diberikan pemerintah dapat dianggap sebagai tindakan darurat yang memang diperlukan dalam kondisi ekonomi yang lesu.

"Di triwulan II ini, nyaris tak ada momen musiman yang biasanya mendongkrak belanja masyarakat seperti Ramadan atau Lebaran. Artinya, tanpa intervensi pemerintah, potensi perlambatan konsumsi rumah tangga sangat besar," papar dia

"Sinyal ini terlihat dari data penjualan ritel yang stagnan. Jadi, paket insentif ini memang terlihat sebagai langkah darurat untuk menjaga agar pertumbuhan ekonomi tidak anjlok lebih dalam," sambung Yusuf.


(Kondisi pasar yang sepi akibat daya beli masyarakat melemah. Foto: MI/Usman Iskandar)
 

Efektivitas insentif dipertanyakan


Meski demikian, efektivitas berbagai insentif tersebut masih dipertanyakan. Yusuf mengatakan, dampak dari stimulus sangat ditentukan oleh seberapa cepat dan tepat pemerintah menyalurkannya ke kelompok sasaran. Ia juga menilai tidak semua insentif menyasar segmen masyarakat yang paling terdampak penurunan daya beli.

Menurutnya, bantuan pangan dan subsidi upah memiliki potensi langsung dalam menjaga konsumsi, sedangkan insentif untuk kelas menengah ke atas seperti PPN DTP tiket pesawat kurang efektif dalam situasi ini.

"Insentif seperti atau PPN DTP tiket pesawat cenderung menyasar kelompok menengah ke atas yang relatif tidak mengalami penurunan daya beli sebesar masyarakat bawah," tuturnya.

Yusuf juga menegaskan paket kebijakan tersebut tidak akan cukup untuk menciptakan lonjakan konsumsi yang signifikan. Ia menilai persoalan konsumsi saat ini bersifat struktural, bukan sekadar temporer, sehingga solusi jangka pendek tidak bisa menjadi penopang dalam jangka panjang.

Karenanya, perbaikan struktur pendapatan dan iklim usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja sangat krusial untuk menopang daya beli secara berkelanjutan.

"Paket kebijakan ini bisa membantu menopang konsumsi, tapi tidak akan cukup kuat untuk menciptakan lonjakan konsumsi yang signifikan di triwulan II–III, apalagi kalau tidak diiringi dengan perbaikan struktur pendapatan dan iklim usaha yang mendukung penciptaan lapangan kerja," jelas Yusuf.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)