Ilustrasi, pengembangan teknologi nuklir sebagai pembangkit listrik. Foto: iStock/Michael Utech.
Insi Nantika Jelita • 21 June 2025 15:00
Jakarta: Pengamat ekonomi energi dari Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti menilai rencana kerja sama pengembangan energi nuklir antara Indonesia dan Rusia membuka peluang yang cukup besar. Bahkan, potensi kerja sama ini dinilai lebih menjanjikan dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, Korea Selatan, maupun Prancis.
Menurut Yayan, Rusia dan Tiongkok umumnya menawarkan skema kerja sama yang menyeluruh, mulai dari pendanaan, studi kelayakan, pembangunan, hingga infrastruktur. Pendekatan ini terkesan praktis dan lengkap, namun dibaliknya terdapat potensi risiko, terutama dari sisi geopolitik dan pembiayaan.
Yayan mengingatkan dalam konteks geopolitik, keterlibatan negara-negara besar seperti AS yang telah lebih dulu bekerja sama dengan Indonesia juga perlu diperhitungkan. AS disebut telah melakukan kajian kelayakan membangun small modular reactor (SMR) di Kalimantan Barat.
Korea Selatan dan Jepang juga telah menjalin kerja sama sejak sekitar 2015, sedangkan Prancis turut mengembangkan teknologi nuklir di Indonesia.
"Yang jadi masalah yaitu soal geopolitik. Karena AS, Jepang, Prancis yang sudah lebih dulu di sini (pengembangan teknologi nuklir). Ini harus diperhitungkan," kata Yayan kepada Media Indonesia, dikutip Sabtu, 21 Juni 2025.
Berbeda dengan Rusia dan Tiongkok, AS Jepang, Korea Selatan, dan Prancis cenderung mendorong pengembangan teknologi nuklir berbasis indigenous technology. Artinya, teknologi dikembangkan secara bertahap oleh Indonesia sendiri, dengan pembiayaan internal, sehingga memungkinkan kemandirian dan keberlanjutan jangka panjang.
Baca juga: Putin Siap Bantu Indonesia Kembangkan Teknologi Nuklir dan Migas |