Paus Fransiskus menyapa khalayak di Vatikan, Minggu, 6 April 2025. (Vatican News)
Vatikan: Wafatnya Paus Fransiskus menutup babak reformasi besar di tata kelola Vatikan dan pendalaman ajaran sosial Gereja Katolik Roma. Sejak terpilih, ia menegaskan perlunya transparansi dan keberpihakan pada kaum lemah.
Bentuk awal reformasi terlihat saat ia membentuk Tim Kardinal lintas benua, menetapkan kerangka baru untuk menyederhanakan birokrasi dan memperkuat akuntabilitas di Kuria Romana. Langkah ini mencerminkan komitmennya pada pelayanan yang efektif dan inklusif.
Penyederhanaan tata kelola
Pada 13 April 2013, delapan kardinal dari Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia berkumpul dalam “C8” untuk merombak konstitusi apostolik Pastor Bonus. Dewan ini mempercepat proses administrasi, menata ulang jabatan birokrasi, dan mempermudah prosedur annulasi perkawinan agar umat yang bercerai dapat kembali menerima sakramen tanpa hambatan berlebihan.
Perubahan ini mengurangi lapisan administrasi, memberi wewenang lebih besar pada uskup lokal, serta menetapkan mekanisme pengawasan keuangan yang lebih ketat, selaras dengan visi Fransiskus akan
Gereja yang melayani, bukan diatur oleh struktur semata.
Ajaran sosial dan ekologis
Evangelii Gaudium yang dirilis 26 November 2013 mengecam sistem keuangan global yang “mengucilkan kaum miskin” dan menegaskan bahwa Ekaristi adalah “obat bagi yang lemah.” Dokumen ini menjadi pedoman pastoral bagi para imam dan uskup dalam menegakkan keadilan sosial.
18 Juni 2015, ensiklik Laudato Si’ menyerukan “revolusi budaya” demi kelestarian ekosistem, mengkritik model pertumbuhan eksploitatif. Ajakan ini memicu dialog global tentang perubahan iklim dan menempatkan Gereja Katolik sebagai suara moral penting dalam krisis lingkungan.
Reformasi struktural dan doktrin sosial-ekologis Paus Fransiskus kini menjadi warisan abadi yang mendorong Gereja berperan aktif dalam menyelesaikan tantangan zaman. (
Muhammad Adyatma Damardjati)
Baca juga:
Riwayat Penyakit Paus Fransiskus Hingga Wafat di Usia 88 Tahun