Raja Ampat. Foto: MTVN/Damar Iradat.
Insi Nantika Jelita • 7 June 2025 15:32
Jakarta: Polemik tambang di Raja Ampat, Papua Barat Daya menjadi sorotan. Aktivitas tambang tersebut dinilai dapat memperburuk citra Indonesia di mata dunia.
Pengamat maritim Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, aktivitas tambang di Pulau Gag menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi Indonesia dalam penegakan perlindungan lingkungan. Merujuk pada laporan Greenpeace, lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi di pulau tersebut terancam rusak akibat aktivitas tambang.
Selain kerusakan daratan, sedimentasi dari kegiatan pertambangan juga telah mencemari laut. Hal itu menyebabkan kerusakan terumbu karang, yang pada akhirnya mengganggu sistem ekologi laut.
“Jika ini dibiarkan, Raja Ampat bisa kehilangan status geopark-nya. Dunia akan menyalahkan kita karena gagal menjaga warisan alam,” tegas Hakeng dikutip dari Media Indonesia, Sabtu, 7 Juni 2925.
Diakui UNESCO sebagai global geopark, Raja Ampat semestinya dilindungi dari kegiatan industri ekstraktif berskala besar. Dengan 75 persen jenis terumbu karang dunia berada di wilayah ini, kerusakan Raja Ampat bukan sekadar kerugian lokal, tetapi juga kehilangan besar bagi ekosistem global.
Di sisi lain, PT Gag Nikel, anak usaha dari PT Antam Tbk yang merupakan BUMN, mengeklaim operasi mereka telah mematuhi seluruh regulasi. Namun bagi Hakeng, status sebagai BUMN justru mengharuskan mereka menjadi teladan dalam menjaga lingkungan.
“Justru karena BUMN adalah wajah negara, maka seharusnya mereka menjadi contoh dalam menjaga lingkungan, bukan malah menjadi pelanggar,” ungkap dia.
Baca juga:
Diduga Merusak Raja Ampat, PT ASP hingga MRP Dibidik DPR |