Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Husen Miftahudin • 9 June 2025 22:07
Jakarta: Rencana perubahan kebijakan yang mendorong kenaikan tarif cukai terhadap produk rokok berpotensi memengaruhi daya beli konsumen, khususnya di segmen ekonomi menengah ke bawah, serta berdampak pada stabilitas penerimaan negara.
Data di lapangan menunjukkan mayoritas konsumen rokok dengan harga terjangkau berada pada kelompok pendapatan sekitar Upah Minimum Regional (UMR) atau bahkan di bawahnya. Produk rokok dengan harga Rp13 ribu sampai Rp15 ribu per bungkus masih menjadi pilihan utama, sementara kenaikan tarif cukai dapat mendorong harga jual menjadi di kisaran Rp20 ribu per bungkus atau lebih.
"Penting untuk merumuskan kebijakan cukai yang berimbang agar tidak mendorong pergeseran konsumsi ke produk-produk yang tidak tercatat atau tidak berkontribusi terhadap penerimaan negara," kata Ketua Komisi XI DPR RI M. Misbakhun dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 9 Juni 2025.
Politisi Partai Golkar ini menekankan pabrik rokok skala menengah memiliki peran vital dalam menopang ekonomi lokal. Selain menyerap banyak tenaga kerja, mereka juga menggerakkan sektor pendukung seperti petani, pedagang kecil, distributor, dan pekerja informal lainnya dalam ekosistem industri hasil tembakau.
"Kita tidak bisa mengabaikan dampak strukturalnya. Jika kebijakan yang diterapkan terlalu menekan pabrikan menengah, bisa muncul efek domino seperti penurunan serapan tenaga kerja dan terganggunya perputaran ekonomi lokal. Ini tentu tidak sejalan dengan Visi Asta Cita Presiden Prabowo," tegas Misbakhun.
Baca juga: Indonesia Diminta Tiru AS soal Kedaulatan Industri Kretek |