2 Investor Bule Hengkang dari Proyek Smelter di Maluku

Ilustrasi smelter. Foto: dok Freeport Indonesia.

2 Investor Bule Hengkang dari Proyek Smelter di Maluku

Media Indonesia • 27 June 2024 12:38

Jakarta: Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengonfirmasi perusahan kimia terbesar asal Jerman, Badische Anilin und Soda Fabric (BASF) dan perusahaan pertambangan dan metalurgi asal Prancis, Eramet hengkang dari proyek Proyek Sonic Bay di Maluku Utara.

Proyek ini berupa pembangunan pabrik pemurnian (smelter) nikel dengan teknologi high pressure acid leach (HPAL) yang menghasilkan mixed hydroxide precipitates (MHP).

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan menyampaikan keputusan pembatalan investasi tersebut diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.

"Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga akhirnya mengeluarkan keputusan membatalkan investasi proyek Sonic Bay ini," ujar Nurul dalam keterangan resmi yang dikutip pada Kamis, 27 Juni 2024.

BASF dan Eramet dikatakan sebelumnya memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (PT EHN) untuk mengembangkan proyek Sonic Bay senilai USD2,6 miliar atau sekitar Rp42,6 triliun (kurs Rp16.420) di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara.
 

Baca juga: Peringkat Saham Indonesia Turun Gara-gara Pelemahan Rupiah
 

Perubahan kondisi pasar nikel


Nurul menjelaskan berdasarkan rilis perusahaan, keputusan BASF dan Eramet untuk tidak meneruskan rencana investasi didasarkan pada pertimbangan akan perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan, khususnya untuk menjadi suplai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Sehingga, katanya, BASF memutuskan tidak ada lagi ada kebutuhan untuk melakukan investasi suplai material baterai kendaraan listrik.

Kendati demikian, Nurul menegaskan minat investor asing di sektor hilirisasi diklaim tetap tinggi dan bahkan beberapa proyek investasi di sektor tersebut telah mencapai tahap realisasi investasi.

Sebagai contoh, proyek smelter tembaga terbesar di dunia milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, yang resmi beroperasi mulai 27 Juni 2024.

"Kami melihat hilirisasi untuk ekosistem baterai kendaraan listrik masih sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia," kata dia.
 
(INSI NANTIKA JELITA)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)