Konvoi militer India yang terpicu ketegangan dengan Pakistan. Foto: Anadolu
New Delhi: Serangan militan di kawasan wisata Pahalgam, Kashmir, yang dikelola India pada Selasa, 22 April 2025 menewaskan 26 turis, dimana 25 di antaranya merupakan warga India dan satu warga Nepal, memicu ketegangan baru antara India dan Pakistan.
Perdana Menteri India Narendra Modi bersumpah akan mengejar pelaku “sampai ke ujung bumi”, sementara Pakistan membantah keterlibatan dan mengecam langkah balasan India sebagai “tidak bertanggung jawab”.
Kedua negara bersenjata nuklir ini kini saling mengusir diplomat, menutup perbatasan, dan mengancam eskalasi militer.
Serangan dan respons segera
Serangan terjadi di lembah Pahalgam, tujuan wisata pegunungan yang hanya bisa diakses dengan berjalan kaki atau berkuda. Orang-orang bersenjata menembaki turis dari jarak dekat, dengan saksi mata melaporkan korban dipilih berdasarkan dukungan politik terhadap Modi.
Mengutip dari
CNN World, Jumat, 25 April 2025, kelompok The Resistance Front (TRF) mengklaim tanggung jawab di media sosial, menuding "orang luar" menyebabkan perubahan demografis di Kashmir. Namun, India mengaitkan TRF dengan kelompok teroris Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan.
India merespons dengan menutup penyeberangan perbatasan utama, menangguhkan Perjanjian Air Indus 1960, dan mengusir penasihat militer Pakistan. Menteri Luar Negeri India menuduh Islamabad mendukung “terorisme lintas batas”.
Sebaliknya, Pakistan menangguhkan perdagangan, menutup wilayah udara, dan mengusir diplomat India, menyebut tindakan New Delhi “bermotivasi politik dan tidak adil”. PBB mendesak kedua negara menunjukkan “pengekangan maksimum” untuk mencegah eskalasi.
Akar konflik dan ancaman eskalasi
Kashmir telah menjadi wilayah sengketa sejak India dan Pakistan merdeka tahun 1947, dengan tiga perang terjadi akibat klaim saling tumpang tindih. Pencabutan otonomi Kashmir oleh Modi pada 2019 memperuncing ketegangan, memicu protes dan militansi lokal. Meski India mengklaim keberhasilan mengurangi kekerasan, serangan terbaru ini menggugat narasi tersebut.
Analis memperingatkan risiko pembalasan militer India mirip serangan udara 2019 ke Balakot, Pakistan. Arzan Tarapore dari Universitas Stanford menyatakan Modi menghadapi tekanan politik untuk “membebankan biaya nyata pada kelompok
teroris”, termasuk menarget markas atau tentara Pakistan. Di Kashmir, warga seperti Arshad Najam mengaku membersihkan bunker dan waspada terhadap konflik terbuka.
Sementara itu, protes anti-Pakistan merebak di kota-kota India, memicu kekhawatiran sentimen anti-Muslim. Di Kashmir, ribuan warga turun ke jalan mengutuk serangan, meski industri pariwisata terancam kolaps. Dunia internasional kini menanti apakah kedua negara akan memilih jalur diplomasi atau kembali ke lingkaran kekerasan yang berisiko memicu krisis regional.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)