Ilustrasi Anadolu
Fajar Nugraha • 15 July 2025 11:05
Teheran: Pemerintah Iran pada Senin, 14 Juli 2025 memperingatkan bahwa pihaknya akan memberikan "respon yang proporsional dan tepat" apabila negara-negara Eropa mengaktifkan kembali sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Teheran melalui mekanisme snapback atau penerapan kembali sanksi yang tercantum dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, dalam konferensi pers di Teheran. Ia menanggapi sinyal terbaru dari Inggris, Prancis, dan Jerman, tiga penandatangan Eropa dalam kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) yang mengancam akan memicu mekanisme sanksi otomatis menyusul dugaan pelanggaran Iran terhadap komitmen nuklirnya.
"Pendekatan politik dan mengancam ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Republik Islam Iran dan tentu saja akan mendapat respons yang sepadan," ujar Baqaei seperti dikutip oleh Anadolu, Selasa, 15 Juli 2025.
Mekanisme snapback memungkinkan diberlakukannya kembali sanksi-sanksi PBB yang sebelumnya dicabut jika Iran terbukti melanggar perjanjian nuklir. Namun menurut Baqaei, landasan hukum dan politik dari mekanisme tersebut telah "dihancurkan" oleh serangan militer Amerika Serikat dan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran bulan lalu.
"Penggunaan mekanisme ini tidak memiliki dasar hukum, politik, maupun moral," tegas Baqaei.
"Negara-negara Eropa terus mencoba menjadikannya alat tekanan, padahal mereka sendiri telah gagal memenuhi kewajiban dasar mereka dalam kesepakatan,” imbuh Baqaei.
Iran menyatakan masih berkomitmen terhadap perjanjian nuklir, meskipun mengakui telah mengurangi secara bertahap sebagian kewajibannya. Langkah ini, menurut Teheran, merupakan hak yang secara eksplisit diperbolehkan dalam naskah perjanjian sebagai respons atas pelanggaran besar yang dilakukan oleh AS dan mitra-mitra Eropanya.
Kesepakatan nuklir 2015 ditandatangani oleh Iran bersama lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB; Tiongkok, Prancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat ditambah Jerman. Kesepakatan tersebut membatasi jumlah dan tingkat pengayaan uranium Iran serta mengatur pengawasan internasional untuk mencegah pengembangan senjata nuklir.
Namun, Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari kesepakatan pada 8 Mei 2018 di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, serta kembali memberlakukan sanksi ekonomi yang luas terhadap Teheran.
Ketegangan meningkat secara signifikan pada 13 Juni 2025, ketika Israel dengan dukungan Amerika Serikat melancarkan serangan militer selama 12 hari ke berbagai situs militer, nuklir, dan sipil Iran. Beberapa komandan senior militer dan ilmuwan nuklir Iran dilaporkan menjadi sasaran.
Iran membalas dengan serangan drone dan rudal ke fasilitas militer dan intelijen Israel. Gencatan senjata yang dimediasi AS diumumkan pada 24 Juni, namun hubungan diplomatik antara Teheran dan negara-negara Barat tetap memburuk.
(Muhammad Reyhansyah)