Indonesia Dinilai Mesti Menyikapi Serius Pertarungan AS-Tiongkok

Ilustrasi perang dagang AS-Tiongkok/Anadolu

Indonesia Dinilai Mesti Menyikapi Serius Pertarungan AS-Tiongkok

M Sholahadhin Azhar • 5 July 2025 21:07

Jakarta: Pendiri Haidar Alwi Care (HAC) dan Haidar Alwi Institute (HAI) R. Haidar Alwi, membeberkan pandangan soal dinamika global. Termasuk, bagaimana Indonesia mesti menyikapi hal itu.

Salah satu yang diulas, terkait pertarungan Amerika dan Tiongkok. Haidar melihat hal tersebut bukan hanya sekadar persaingan ekonomi kedua negara.

"Tapi benturan dua sistem besar. Dan Indonesia harus memilih: menjadi penonton, atau ikut menentukan arah masa depan dunia," ujar Haidar Alwi, dalam keterangan tertulis yang dikutip Sabtu, 5 Juli 2025.

Ia mencermati bahwa strategi pelemahan dolar yang digunakan Amerika bertujuan menghidupkan kembali industrinya. Ini membuka celah bagi negara-negara seperti Indonesia untuk membangun fondasi baru, asal ada keberanian untuk berubah.
 

Baca: Terancam Tsunami Barang Impor, Indonesia Harus Apa?

Haidar Alwi menyoroti bagaimana Amerika mencoba menghidupkan kembali ekonomi militernya melalui ketegangan geopolitik. Salah satunya adalah serangan terhadap Iran pada masa Trump. Langkah itu sempat diduga akan menjadi alat untuk mendorong permintaan senjata, sebagaimana pola lama Amerika di berbagai konflik.

"Waktu menyerang Iran, yang muncul bukan legitimasi, tapi kecaman. Bukan hanya dari dunia internasional, tapi juga dari dalam negeri mereka sendiri," jelas Haidar Alwi.

Haidar juga melihat Amerika yang tak lagi didukung dunia, dalam strategi perang mereka. Sehingga, strategi ekonomi menjadi pilihan dengan harga yang lebih kompetitif.

Di sisi lain, Haidar Alwi meliha pelemahan dolar bukanlah tanda kelemahan Amerika, melainkan strategi sadar untuk menghidupkan ekspor dan industri dalam negeri. Ketika produk Amerika tak bisa bersaing dengan barang-barang murah dari Tiongkok, maka yang paling logis adalah membuat dolar lebih murah.

"Dolar bisa turun ke Rp14.000 bahkan Rp13.000. Ini bukan karena rupiah menguat, tapi karena Amerika sedang membalik strategi mereka," ungkapnya.

Menyikapi hal itu, dia menilai Indonesia justru menyimpan kekuatan besar yang belum digarap maksimal. Misalnya, PDB mendekati Rp24.000 triliun, dan populasi 280 juta jiwa, mayoritas usia produktif.

Kemudian, cadangan nikel terbesar dunia, ditambah emas, batu bara, migas, dan panas bumi. Posisi strategis di jalur dagang dan maritim internasional dan onus demografi terbesar di Asia Tenggara. Namun semua ini tidak berarti tanpa kedaulatan dalam pengelolaannya.

"Kita harus berhenti menjual mentah dan membeli mahal. Indonesia perlu mengelola sendiri kekayaan alamnya, dan membangun industrinya dengan percaya diri," tegas Haidar Alwi.

Haidar memberikan 5 gagasan strategis terkait hal ini. Pertama, dengan membangun cadangan nasional berbasis emas dan nikel untuk pembiayaan infrastruktur dan ketahanan energi. Komoditas bukan sekadar sumber devisa, tapi juga alat kedaulatan ekonomi.

Selanjutnya, dengan mewujudkan pembiayaan inovasi dari valuasi kekayaan intelektual. Agar, penemu dan kreator bisa mengakses dana tanpa utang, tapi dengan menjual nilai gagasan secara adil dan transparan.

Ketiga, melibatkan rakyat kecil dalam kepemilikan industri melalui platform digital koperasi nasional. Rakyat tidak lagi hanya sebagai konsumen, tapi juga pemilik aset negara.

Keempat, mengembangkan istem pembayaran digital lokal berbasis rupiah. Khususnya, untuk UMKM, desa, dan pasar tradisional agar tidak selalu bergantung pada sistem rente global.

Kelima, membekali anak muda dengan pemahaman ekonomi strategis sejak sekolah. Pendidikan ekonomi tak boleh berhenti di teori, tapi harus mengarah pada pemahaman geopolitik, industri, dan kebijakan fiskal.

"Negara tidak boleh hanya jadi kasir untuk kekuatan asing. Kita harus mulai jadi perancang masa depan kita sendiri," tegas Haidar Alwi.

Menurut dia, Indonesia tidak kekurangan sumber daya, tidak kekurangan kecerdasan, dan tidak kekurangan sejarah kemenangan. Yang perlu kita bangun adalah keberanian untuk bertindak, dan kemauan kolektif untuk berdiri di atas kaki sendiri.

"Jika arah ini digenggam bersama, Indonesia tidak hanya akan selamat dari gejolak global, tapi akan menjadi poros ekonomi baru, bukan karena belas kasihan dunia, tapi karena kekuatan, kerja keras, dan kebijakan yang berpihak pada bangsa sendiri," pungkas R Haidar Alwi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)