Laut China Selatan menjadi sengketa antara Tiongkok dengan beberapa negara anggota ASEAN. Foto: Manila Times
Fajar Nugraha • 22 May 2025 20:10
Singapura: Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA) menegaskan pada Rabu 21 Mei 2025 bahwa Singapura menolak segala upaya dari kedutaan asing yang mencoba memicu reaksi domestik terkait isu internasional yang melibatkan negara ketiga. Menurut MFA, penyelesaian masalah yang kompleks sebaiknya dilakukan melalui jalur diplomasi yang tepat agar efektif dan menjaga stabilitas.
Pernyataan MFA ini muncul sehari setelah Kedutaan Besar Amerika Serikat di Singapura memposting sebuah video di Facebook yang mengkritik posisi Tiongkok terkait sengketa Laut China Selatan. Video tersebut menggunakan ilustrasi dan perumpamaan yang berkaitan dengan kehidupan di Singapura, seperti flat HDB dan dewan kota, untuk menjelaskan klaim Tiongkok atas wilayah tersebut.
Dalam video yang dipublikasikan pada Selasa, Kedutaan AS menyamakan klaim Tiongkok yang hampir menguasai seluruh Laut China Selatan dengan tetangga yang tidak menghormati ruang bersama di koridor dan area lift HDB. AS juga membandingkan Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan dewan kota lokal, di mana Tiongkok digambarkan mengabaikan keputusan dewan kota tersebut.
“Tiongkok mengklaim ‘menguasai’ hampir seluruh Laut China Selatan. Hukum internasional mengatakan sebaliknya,” ujar Kedutaan AS dalam unggahan Facebook-nya, seperti dikutip Channel News Asia, Kamis 22 Mei 2025.
“Pada 2016, tribunal Den Haag memutuskan klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum namun konstruksi, patroli, dan tekanan masih berlanjut. Dari terumbu yang dimiliterisasi hingga taktik ‘zona abu-abu’, ini bukan hanya sengketa maritim melainkan ujian terhadap tatanan, stabilitas, dan perdamaian internasional,” imbuh pernyataan itu
Menanggapi hal ini, Kedutaan Tiongkok di Singapura pada Rabu menyatakan bahwa Kedutaan AS “secara sengaja mendistorsi fakta-fakta dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan.”
Dalam sebuah postingan Facebook, Kedutaan Tiongkok mengkritik AS yang “mengutamakan prioritasnya sendiri di atas aturan internasional, sering keluar dari konvensi dan organisasi internasional, serta melakukan intimidasi dan tekanan terhadap negara lain.”
Kedutaan Tiongkok menuding AS berupaya memaksakan “hukum rimba” di dunia, yang merusak tatanan dan aturan internasional yang ada. Mereka juga menyoroti bahwa AS tidak bergabung dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), tetapi tetap merasa berhak mengawasi kepatuhan negara lain terhadap konvensi tersebut.
Kedutaan Tiongkok juga menuduh AS telah menempatkan sistem rudal jarak menengah di wilayah tersebut, yang dianggap sebagai “kekuatan paling merusak bagi perdamaian di Laut China Selatan.”
Mereka mendesak AS agar “berhenti menjadi pengkotbah munafik dan provokator” serta tidak memicu ketegangan yang dapat mengancam perdamaian dan stabilitas kawasan.
(Muhammad Reyhansyah)