Ilustrasi Liga Eropa. Foto: UEFA.com
Khoerun Nadif Rahmat • 22 May 2025 11:07
Jakarta: Tottenham Hotspur akhirnya mengangkat trofi setelah 17 tahun penantian. Spurs juara Liga Europa usai mengalahkan Manchester United (MU).
Caranya meraih juara pun jauh dari apa yang selama ini dikenal dari gaya permainan sang pelatih, Ange Postecoglou.
Spurs biasanya tampil menyerang dan terbuka. Kali ini mereka menang 1-0 atas Manchester United (MU) di final Liga Europa dengan pertahanan total dan pendekatan pragmatis.
Padahal, di awal musim ketika Spurs menang 4-3 atas MU di Piala Liga, Postecoglou sempat mengecam kritik terhadap gaya mainnya yang agresif. Ia sempat menyatakan bahwa menang tipis 1-0 bukanlah caranya melatih.
Namun, lima bulan berselang, Tottenham justru menutup pertandingan dengan cara itu. Mencetak satu gol lewat Brennan Johnson di akhir babak pertama, lalu bertahan habis-habisan sepanjang babak kedua. Bahkan, di momen-momen genting, semua pemain Spurs berada di area pertahanan sendiri.
Kemenangan ini bukan hanya mengakhiri paceklik gelar, tapi juga menyelamatkan musim Tottenham yang nyaris jadi yang terburuk sejak 1977. Jika kalah, masa depan Postecoglou hampir pasti tamat. Sebaliknya, kini ia menepati janji lamanya mempersembahkan trofi bagi klub.
"Saya tahu betapa sulitnya memutus siklus ini. Saya bisa merasakan gugupnya. Klub ini sudah terlalu sering gagal di momen-momen besar. Sampai kamu bisa menyingkirkan beban itu, kamu tak akan tahu rasanya," kata Postecoglou dikutip Channel News Asia.
Baca:
Ragnar Oratmangoen Jalani Proses Pemulihan, Elkan Bagott Pilih Fokus Bersama Klub |