Rokok elektrik. Foto: Medcom.id.
Jakarta: Pemanfaatan produk tembakau alternatif seperti produk tembakau yang dipanaskan, vape dan kantong nikotin di beberapa negara semakin luas. Kehadiran produk-produk tersebut diharapkan dapat menjadi alternatif yang menawarkan produk dengan profil risiko lebih rendah yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan prevalensi perokok.
Kementerian Kesehatan Inggris misalnya, baru-baru ini telah melakukan inisiatif membagikan perlengkapan vape secara gratis kepada satu juta perokok. Program ini dimaksudkan mengurangi jumlah perokok di negara tersebut. Kanada dan Yordania juga termasuk negara yang mengizinkan peredaran rokok elektrik dengan regulasi. Bahkan Kanada, telah menjadikan rokok elektrik sebagai alat bantu utama untuk terapi berhenti merokok.
Di kawasan ASEAN, Filipina termasuk negara yang telah mengesahkan regulasi mengenai produk tembakau alternatif di bawah Vaporizer Nicotine and Non-Nicotine Products Regulation Act (VNNP). Awalnya, Pemerintah Filipina menolak kehadiran produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik maupun produk tembakau yang dipanaskan.
Namun, kini Pemerintah Filipina berbalik arah dan justru mendukung pemanfaatan produk tersebut. Langkah yang dilakukan Filipina juga telah dijalankan di sejumlah negara lainnya seperti Inggris dan Selandia Baru.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Aryo Andrianto banyak negara yang dulu menolak keberadaan produk tembakau alternatif kini justru mendukung dan meregulasikannya setelah memahami profil risikonya.
Aryo menambahkan sudah banyak kajian ilmiah dari lembaga kredibel di luar negeri yang membuktikan bahwa produk tembakau alternatif mampu meminimalisasi risiko kesehatan dibandingkan rokok.
“Dengan fakta tersebut, produk ini menjadi salah satu pilihan bagi perokok dewasa yang selama ini kesulitan untuk berhenti merokok,” ujar Aryo dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 1 Juni 2023.
Aryo menjelaskan sebenarnya saat ini tidak ada negara di dunia yang melarang penggunaan rokok elektrik. Bahkan, sejumlah negara yang tadinya memberlakukan batasan ketat, kini membuka diri dan memperbaharui regulasi.
“Kita industri (rokok elektrik) sudah ada 10 tahun di Indonesia dan baru diperhatikan waktu itu di 2017 sampai adanya cukai di 2018 dan akhirnya kita sampai sekarang ini selalu terus berkembang,” kata Aryo.
Aryo menuturkan rokok elektrik merujuk kepada riset dari sejumlah negara seperti Inggris hingga New Zealand 95 persen sehat. Sampai saat ini ada enam juta user (pengguna) rokok elektrik di Indonesia dan sudah membuka 200 ribu lapangan pekerjaan baru.
“Jadi kita industrinya sampai sekarang ini berkembang terus dan ini juga berdampingan sama petani tembakau,” papar Aryo.
Aryo menekankan pihaknya kini terus mengembangkan riset mengenai produk tembakau lokal untuk bahan rokok elektrik. Rokok elektrik sebenarnya, ditekankan Aryo, sudah 50% lebih marketnya tembakau lokal. Saat ini, pihaknya terus menggali bagaimana caranya kita bisa 100% tembakau lokal.
“Perlu dukungan pemerintah dan regulasi yang lebih mantap, buat investasi-investasi dari luar negeri dan lokal pun akan bisa berkembang di industri ini. Jadi ya kita berharap dari pemerintah, dari legislatif kita bisa dapat dukungan untuk ya sama-sama membangun industri ini,” urai Aryo.
Dalam penyusunan RUU Kesehatan yang sedang berlangsung, Aryo mengusulkan agar pemerintah juga perlu membedakan pengaturan antara rokok elektrik dengan rokok konvensional karena adanya perbedaan risiko dari kedua jenis produk. Usulan perbedaan pengaturan berdasarkan kepada profil risiko rokok elektrik dengan rokok konvensional.
Perbedaan itu, menurutnya memungkinkan konsumen dan masyarakat umum memiliki pemahaman jelas tentang risiko masing-masing produk. Pelaku usaha rokok elektrik, membutuhkan kerangka regulasi yang jelas yang membedakan antara rokok elektrik dan rokok konvensional.