Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: The New York Times.
Beijing: Tarif modifikasi Amerika Serikat (AS) dengan puluhan mitra dagangnya akan mulai berlaku pada Kamis, di tengah kekhawatiran yang meluas di seluruh dunia dengan tarif pungutan baru, yang berkisar antara 10 persen hingga 40 persen, akan merugikan tatanan perdagangan global.
Banyak pemimpin politik dan analis percaya AS, untuk memaksimalkan kepentingan unilateral, menggunakan tarif untuk menekan ekonomi lain agar membuat konsesi dalam perjanjian perdagangan.
Berdasarkan kebijakan tarif baru, mengutip Xinhua, Jumat, 8 Agustus 2025, tarif dasar untuk barang yang masuk ke AS akan tetap sebesar 10 persen. Namun, tarif 10 persen hanya akan berlaku untuk negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.
Bagi negara-negara yang mengalami defisit perdagangan dengan AS, tarif 15 persen akan menjadi batas bawah tarif yang baru. Namun, bagi lebih dari selusin negara lain, tarifnya lebih tinggi dari 15 persen.
Bulan lalu, Trump memberlakukan tarif sepihak pada impor dari Brasil, Kanada, dan India, dengan tarif hingga 50 persen. Lalu pada Rabu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen pada impor dari India sebagai tanggapan atas pembelian minyak Rusia oleh negara itu.
Perintah tersebut, yang berlaku 21 hari setelah pengumuman, akan menaikkan tarif gabungan yang dikenakan oleh AS terhadap barang-barang India menjadi 50 persen.
Demikian pula, Trump telah meningkatkan tarif pada Kanada dari 25 persen menjadi 35 persen dan mengenakan tarif tambahan sebesar 40 persen pada barang-barang Brasil, sehingga total tarif menjadi 50 persen. Bagi mereka yang telah mencapai kesepakatan dagang dengan AS, klausul tersebut jauh dari adil.
Kesepakatan dagang cuma 'nguntungin' AS
Pada 30 Juli, Trump mengumumkan kesepakatan dagang 'penuh dan tuntas' dengan Korea Selatan, menetapkan tarif sebesar 15 persen untuk impor dari negara tersebut. Korea Selatan juga setuju untuk berinvestasi sebesar USD350 miliar dalam proyek-proyek milik AS dan membeli energi AS senilai USD100 miliar.
Pada 27 Juli, Trump mengumumkan kesepakatan dengan Uni Eropa yang mengenakan tarif 15 persen atas barang-barang Uni Eropa, sementara ekspor strategis AS menikmati akses tarif nol. Uni Eropa berjanji untuk membeli energi AS senilai USD750 miliar dan berinvestasi tambahan USD600 miliar di AS.
Pada 22 Juli, Trump mengatakan AS telah mencapai kesepakatan dengan Jepang, mengenakan
tarif sebesar 15 persen atas barang-barang Jepang. Jepang akan berinvestasi sebesar USD550 miliar di Amerika Serikat, yang akan menerima 90 persen keuntungannya.
Penanganan Trump terhadap kesepakatan perdagangan semacam itu dan penggunaan kekuasaan darurat untuk mengenakan tarif pada mitra dagang telah memicu kritik yang luas.
"Tarif tersebut merupakan perang dagang terhadap rakyat Amerika, dan telah terjadi kekacauan dan ketidakpastian dan tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi ketika Donald Trump tidak memiliki rencana, tidak memiliki strategi, dan dia tidak jujur tentang apa yang dia sampaikan," ucap Pemimpin Minoritas Senat AS Chuck Schumer.
"Bisnis kita membutuhkan tingkat kepastian tertentu, dan yang mereka dapatkan hanyalah kekacauan dan inflasi. Jadi, perang dagang tarif Trump adalah perang dagang terhadap rakyat Amerika. Kita telah menyaksikan kekacauan dan ketidakpastian minggu ini," tambah dia.
(Ilustrasi, aktivitas perdagangan internasional. Foto: Medcom.id)
Tarif Trump merusak sistem perdagangan dunia
Menanggapi kesepakatan Uni Eropa dengan AS, Wakil Kanselir dan Menteri Keuangan Jerman Lars Klingbeil mengkritik sikap negosiasi blok tersebut, dengan mengatakan sikap tersebut 'terlalu lemah' dalam pembicaraan mengenai tarif baru. "Saya pikir kami terlalu lemah. Kami tidak bisa puas dengan hasil yang dicapai," kata Klingbeil.
Sementara itu, India bereaksi keras terhadap pengumuman AS tentang tarif tambahan sebesar 25 persen atas impornya, menyebut langkah tersebut tidak adil, tidak dapat dibenarkan, dan tidak masuk akal. New Delhi akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
"AS dalam beberapa hari terakhir telah menargetkan impor minyak India dari Rusia. Kami telah menegaskan posisi kami terkait isu-isu ini, termasuk fakta impor kami didasarkan pada faktor pasar dan dilakukan dengan tujuan keseluruhan untuk menjamin keamanan energi 1,4 miliar penduduk India," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India Randhir Jaiswal.
Dengan membangun hambatan tarif yang sangat tinggi dan melemahkan serta merongrong WTO, pemerintahan Trump telah merusak sistem perdagangan dunia secara serius. Akibatnya, pemerintahan tersebut mungkin akan mendorong negara-negara lain menjauh dan menabur benih-benih isolasi dan ketidakrelevanan Amerika sendiri.