ASEAN Soroti Dampak Tarif Trump terhadap Stabilitas Kawasan

Presiden AS Donald Trump. (EPA-EFE)

ASEAN Soroti Dampak Tarif Trump terhadap Stabilitas Kawasan

Willy Haryono • 24 May 2025 10:14

Kuala Lumpur: Para pemimpin Asia Tenggara menyatakan keprihatinan mendalam atas kebijakan tarif sepihak yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, menyebut langkah tersebut sebagai ancaman serius bagi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi kawasan.

Pernyataan ini tercantum dalam draf komunike bersama ASEAN yang dilihat AFP menjelang pertemuan tingkat tinggi blok tersebut pada Senin, 26 Mei 2025 di Kuala Lumpur.

"Langkah-langkah tarif sepihak menimbulkan tantangan yang kompleks dan multidimensional terhadap pertumbuhan, stabilitas, dan integrasi ekonomi ASEAN," bunyi draf pernyataan dari ketua ASEAN tahun ini, yang dijabat oleh Malaysia, seperti dikutip Channel News Asia, Jumat 23 Mei 2025.

Dengan ekonomi yang sangat bergantung pada perdagangan global, negara-negara ASEAN terdampak langsung oleh ketegangan dagang antara dua mitra utama mereka: Amerika Serikat dan Tiongkok.

Dalam situasi ini, ASEAN menegaskan kembali komitmen kolektifnya terhadap sistem perdagangan bebas global.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, yang menjadi tuan rumah pertemuan, mendorong aksi bersama ASEAN untuk menghadapi eskalasi proteksionisme global.

"Kami juga harus memiliki satu posisi sebagai ASEAN dalam pembicaraan kami," tegas Anwar dalam jumpa pers pra-KTT. Ia menekankan pentingnya membangun kohesi internal agar blok dapat merespons secara efektif.

Setelah pertemuan internal, ASEAN dijadwalkan mengadakan KTT lanjutan satu hari dengan Tiongkok serta produsen minyak utama dari Timur Tengah. Langkah ini dilihat sebagai bagian dari upaya diversifikasi hubungan ekonomi dan geopolitik blok tersebut.

ASEAN Dilema Netralitas

Meski ASEAN secara historis menganut kebijakan netral, tekanan dari kebijakan luar negeri AS dan pendekatan agresif Tiongkok terhadap kawasan membuat posisi ini semakin sulit dipertahankan.

Para analis mencatat bahwa tekanan akan meningkat saat Perdana Menteri Tiongkok Li Qiang bergabung dalam pertemuan lanjutan bersama para pemimpin ASEAN dan perwakilan dari negara-negara Teluk.

Tiongkok berupaya meningkatkan kedekatan dengan Asia Tenggara, menampilkan diri sebagai mitra dagang yang “dapat diandalkan” di tengah ketegangan Laut China Selatan. Presiden Xi Jinping sebelumnya bahkan mendorong penguatan kerja sama antara Tiongkok dan Malaysia sebagai bagian dari diplomasi regionalnya.

Namun, meski marah atas kebijakan tarif AS, negara-negara ASEAN tidak serta-merta berpaling ke Beijing. Seorang diplomat yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada AFP bahwa “ini bukan situasi biner,” karena “Tiongkok, seperti halnya AS, juga kekuatan besar yang bisa menekan kapan saja.”

Anwar Ibrahim pun menegaskan bahwa Malaysia tetap menjadi “sahabat yang berprinsip dan tak tergoyahkan” bagi Tiongkok, sembari tidak memutus komunikasi dengan Washington.

Sementara itu, analis seperti Prof. James Chin dari University of Tasmania memperingatkan bahwa strategi netralitas yang terus dipertahankan ASEAN membawa risiko tinggi.

“Setiap langkah kebijakan luar negeri akan terus diawasi secara ketat oleh dua kekuatan besar itu,” ujarnya.

Namun sebagian pihak tetap membela kebijakan “bersahabat dengan semua pihak” sebagai posisi yang sah secara geopolitik.

Menurut pakar hubungan internasional Universitas Malaya, S Munirah Alatas, tantangan utama ASEAN bukan netralitas, melainkan konflik internal seperti krisis Myanmar dan ketegangan maritim yang terus berulang.

Dengan tekanan eksternal dan dinamika internal yang terus berkembang, ASEAN menghadapi tantangan ganda: mempertahankan relevansi ekonomi di tengah perang dagang global, serta menjaga kesatuan politik tanpa harus berpihak pada salah satu kekuatan besar dunia. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Trump Ancam Kenakan Tarif untuk Smartphone yang Tidak Dibuat di AS

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)