Korea Utara melakukan uji coba peluncur roket multipel super besar berkemampuan nuklir pada Senin, 18 Maret 2024. (KCNA)
Jakarta: Indonesia harus mewaspadai potensi perang nuklir. Meski hampir mustahil terjadi, namun potensi perang nuklir tetap ada.
Hal ini merujuk masih adanya ketegangan akibat persaingan senjata nuklir di Semenanjung Korea. Jika tak dikelola dengan baik, ketegangan itu berujung membahayakan perdamaian dunia.
"Sepanjang pemimpin negara-negara di dunia ini masih "waras”, perang nuklir nyaris tidak mungkin terjadi. Meski begitu, Indonesia tetap harus waspada," kata Anggota Komisi I DPR, Sukamta, saat menjadi pembicara dalam webinar bertema Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea bagi Perdamaian Dunia, Rabu, 26 Februari 2025.
Sukamta menyatakan ASEAN sebagai kawasan paling stabil dapat menjadi arena bagi Indonesia sebagai negara besar untuk meredakan ketegangan. Meski perang nuklir itu hampir tidak mungkin terjadi, namun Sukamta khawatir terhadap karakteristik pemimpin Korea Utara dan pemimpin negara-negara pemilik senjata nuklir yang dapat mengubah situasi menjadi lebih buruk.
"Kombinasi antara karakter diktator Kim (Jong-un) yag sulit ditebak dan kemampuan jangkauan misilnya ini membuat pemimpin dunia jadi ketar ketir (khawatir)," ucap Sukamta.
Pembicara lain, Sekretaris Jenderal (Sesjen) Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) periode 2023-2025, Laksamana Madya TNI T.N.S.B Hutabarat, juga mendorong Indonesia mengajak ASEAN untuk meningkatkan peran diplomasinya. Hal ini dilakukan untuk meredakan ketegangan akibat persaingan senjata nuklir di Semenanjung Korea.
"Penting untuk memajukan peran ASEAN karena kawasan Asia Tenggara sekarang relatif kawasan yang paling aman dibanding kawasan-kawasan lain di dunia," ujarnya.
Dia juga mengingatkan agar Indonesia mewaspadai jangkauan misil Korea Utara yang sudah semakin jauh. Jangkauan misil Korea saat ini tidak hanya menjangkau kawasan Asia Timur, melainkan hingga ke Asia Tenggara bahkan Benua Amerika.
Hutabarat melanjutkan saat ini pendekatan keamanan zero sum game (total keuntungan dan kerugian sama) sudah tidak menarik lagi. Menurut dia, banyak negara, baik yang memiliki senjata nuklir maupun tidak, lebih cenderung menerapkan pendekatan Confidence and Security Building Measures (CSBMs). Pendekatan ini menekankan pentingnya komunikasi antarnegara dalam semangat yang konstruktif.
Juru Bicara Kantor Kepresidenan, Ujang Komarudin, mengatakan ketegangan senjata nuklir di Semenanjung Korea ini juga menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah bahkan sudah merancang strategi mitigasi jika sewaktu-waktu ketegangan kian buruk di kawasan tersebut.
Ada lebih dari 72 ribu WNI di Korea Selatan, baik untuk bekerja, kuliah, maupun menetap akibat menikah. "Ini tentu jadi warning dan antisipasi agar sewaktu-waktu ada ancaman nuklir itu kita harus apa untuk menyelamatkan warga kita di Semenanjung Korea seperti di Korea Selatan, Jepang," tutur Ujang.
Webinar Ancaman Nuklir di Semenanjung Korea bagi Perdamaian Dunia ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan ISDS untuk meningkatkan kewaspadaan terkait kedaulatan Indonesia di kawasan. Sebelumnya, ISDS juga menggelar lomba menulis dengan tema yang sama yang diikuti sekitar 400 peserta dengan latar belakang beragam, baik dari kalangan sipil maupun militer.