Warga beraktivitas di dekat seorang prajurit yang bersiaga di Port-au-Prince, Haiti, 4 Maret 2024. (AP)
Willy Haryono • 5 March 2024 13:52
Port-au-Prince: Sejumlah negara yang berdekatan dengan Haiti mulai meningkatkan kewaspadaan, memperkuat pertahanan, dan juga memanggil kembali jajaran staf kedutaan besar mereka di tengah meningkatnya aksi kekerasan yang dilakukan geng bersenjata di negara Karibia tersebut.
Aksi kekerasan mulai meningkat setelah kaburnya ribuan narapidana dari penjara yang diserbu geng bersenjata pada akhir pekan kemarin.
Pada hari Minggu, pemerintah de facto Haiti mengeluarkan keadaan darurat 72 jam dan memberlakukan jam malam setelah geng bersenjata memicu kaburnya ribuan narapidana dari penjara. Seorang pemimpin geng bersenjata juga menyerukan pemecatan Perdana Menteri Ariel Henry.
Republik Dominika, yang berbagi pulau Hispaniola dengan Haiti dan tahun lalu mendeportasi puluhan ribu warga Haiti, mengatakan pada hari Senin bahwa menteri pertahanannya sedang melakukan tur ke perbatasan untuk mengawasi kemajuan pembangunan pagar perbatasan. Sementara Presiden Dominika mengesampingkan pembukaan kamp pengungsi bagi warga Haiti yang mungkin mengungsi.
Kekerasan meletus saat Henry tidak ada di Haiti. Keraguan meningkat atas keberadaan Henry setelah ia melakukan perjalanan ke Kenya untuk mencapai kesepakatan bagi negara Afrika tersebut untuk memimpin pasukan internasional guna membantu memerangi geng-geng bersenjata yang semakin kuat.
Baku tembak sempat terlihat di dekat bandara internasional Port Au Prince pada siang hari, kata otoritas bandara, mengutip dari laman Malay Mail, Selasa, 5 Maret 2024.
Amerika Serikat (AS) telah mendesak warganya untuk meninggalkan Haiti "sesegera mungkin." Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa dirinya yakin Henry akan kembali ke Haiti.
Baca juga: AS Pantau Situasi Haiti usai Penyerbuan Penjara oleh Geng Bersenjata