Asma dan Bashar al-Assad. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 24 December 2024 09:09
Moskow: Kremlin membantah laporan bahwa Asma al-Assad, istri mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad, mengajukan gugatan cerai di Rusia.
Klaim tersebut, yang dilaporkan oleh media Turki dan Arab, dibantah oleh juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam konferensi pers, dengan mengatakan, "Tidak, laporan itu tidak sesuai dengan kenyataan."
Peskov juga membantah laporan yang menyebut Assad ditahan di Moskow dan aset propertinya dibekukan.
Keluarga Assad melarikan diri dari Suriah pada 8 Desember dan mencari perlindungan di ibu kota Rusia setelah pemberontak menggulingkan rezim Assad yang telah lama berkuasa. Media Turki melaporkan bahwa Asma al-Assad, yang lahir di Inggris, ingin mengakhiri pernikahannya dan meninggalkan Rusia.
Rusia memainkan peran penting dalam mendukung Suriah selama perang saudara yang dimulai pada 2011, dengan melakukan intervensi militer dan diplomatik dalam berbagai kesempatan.
Meskipun Asma al-Assad memiliki kewarganegaraan ganda Suriah-Inggris, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyatakan awal bulan ini dalam pidato di parlemen, "Saya ingin memastikan bahwa dia adalah individu yang dikenai sanksi dan tidak diterima di Inggris."
“Saya akan melakukan segala yang saya bisa untuk memastikan tidak ada anggota keluarga Assad yang mendapat tempat di Inggris," dikutip dari Euronews, Selasa, 24 Desember 2024.
Perdana Menteri Sir Keir Starmer mengakui kekhawatiran terkait tindakan Asma, tetapi menekankan perlunya tinjauan hukum lebih lanjut sebelum mengambil tindakan terkait kewarganegaraannya.
Media Turki menyebut bahwa mantan ibu negara yang lahir di London pada 1975 itu ingin kembali ke London, sementara keluarga Assad tinggal dalam kondisi ketat di ibu kota Rusia.
Asma al-Assad, yang memiliki karier di bidang perbankan sebelum menikah dengan Bashar al-Assad pada tahun 2000, pernah digambarkan sebagai sosok modern dan progresif. Pada awal masa kepresidenan suaminya, ia terlibat dalam kegiatan amal dan inisiatif reformasi.
Namun, citranya berubah drastis seiring berjalannya Perang Saudara Suriah. Awalnya dianggap sebagai wajah rezim Assad yang lebih ramah Barat, reputasinya memburuk akibat penindasan brutal terhadap gerakan oposisi dan pelanggaran hak asasi manusia yang meluas.
Dia tetap menjadi sosok publik yang menonjol, sering membela tindakan suaminya dan menunjukkan kesetiaan terhadap rezim Assad. (Siti Khumaira Susetyo)