Ilustrasi perumahan. Foto: Kementerian PUPR
Jakarta: Pembangunan tiga juta rumah yang jadi program Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dinilai belum tentu berhasil tanpa kehadiran kementerian khusus
perumahan.
Apalagi, saat ini angka backlog tercatat 12,7 juta rumah dan terus bertambah hingga 800 ribu keluarga tiap tahun.
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan, pembangunan tiga juta rumah yang ditargetkan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran bukanlah program kaleng-kaleng.
Tetapi, suatu rencana yang dahsyat karena butuh dukungan besar dari sisi penganggaran dan kebijakan.
“Oleh karena itu, program ini mustahil berjalan tanpa desk khusus. Kita tahu banyak ketentuan dan regulasi di sektor perumahan yang selama ini kontra-produktif bahkan tidak bersahabat dengan dunia usaha sehingga menghambat penyediaan perumahan," ujarnya pada talkshow yang diadakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Novotel Jakarta Cikini, Jakarta Pusat, dilansir Media Indonesia, Rabu, 21 Agustus 2024.
REI menegaskan, program tiga juta rumah mau tidak mau haruslah ditanggani kementerian yang khusus memahami persoalan pembangunan perumahan.
Tiga fungsi penting adanya kementerian perumahan adalah sebagai pengatur koordinasi lintas sektoral, perencana program, serta sekaligus eksekutor.
Menurut Joko, ketiga fungsi kementerian itu harus ada karena program ini merupakan pekerjaan khusus yang menjadi prioritas Prabowo-Gibran.
Kementerian PUPR tidak fokus ke masalah perumahan
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali menilai, selama ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) tidak fokus kepada masalah perumahan karena lebih banyak terkonsentrasi dengan urusan pembangunan infrastruktur.
"Untuk itu, agar program pembangunan tiga juta rumah Prabowo-Gibran ini dapat berhasil diperlukan kementerian khusus perumahan dan badan khusus perumahan,” ungkap Daniel.
Menurut Daniel, selama ini beberapa masalah terjadi akibat pemerintah tidak fokus pada persoalan dan isu perumahan seperti kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi yang pada tahun 2024 ini sudah habis pada Agustus.
Dia menegaskan, kuota rumah subsidi yang terbatas akan berdampak karena perumahan memiliki multiplier effect yang besar terhadap sektor lainnya.
“Kementerian khusus perumahan juga bisa mengatasi kendala aturan dan perizinan yang saat ini masih menghambat pembangunan perumahan,” jelas dia.