Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Media Indonesia • 15 June 2023 16:59
Jakarta: Neraca perdagangan Indonesia diprediksi bakal tetap membukukan surplus di bulan-bulan ke depan hingga tutup buku 2023. Namun nilai surplus diperkirakan akan berada di level yang cukup sempit karena banyaknya faktor yang mempengaruhi kinerja dagang.
"Ke depan menurut saya neraca dagang masih tetap surplus, tapi memang sangat tipis. Penurunan drastis bulan Mei itu terlalu cepat dan tidak terduga," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad saat dihubungi, Kamis, 15 Juni 2023.
Kendati diperkirakan bakal menyempit, neraca dagang yang surplus ke depan bakal tetap menyuntik pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kemungkinan defisit neraca dagang di penghujung tahun ini dinilai amat kecil.
Kalau pun defisit, kata Tauhid, tak akan terlalu lebar dan berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Hanya, situasi bakal berbeda jika pada Juni-Juli 2023 neraca dagang membukukan defisit.
Bila itu terjadi, besar kemungkinan sepanjang semester kedua tahun ini neraca dagang bakal mengalami defisit. "Defisit itu kecil kemungkinannya, tapi misalkan berubah, dan Juni atau Juli nanti sudah defisit, ya itu akan jauh lebih buruk dari perkiraan. Jadi game changer itu adalah bulan depan, kalau Juni-Juli sudah defisit, itu akan berat," tutur Tauhid.
"Sumbangan perdagangan internasional terhadap PDB kita akan anjlok. Banyak lembaga internasional juga sudah memperkirakan bahwa ekonomi kita akan di bawah 5% tahun ini. Karena memang faktor eksternal ini tidak bisa ditunda, ditawar," sambungnya.
Neraca transaksi berjalan bakal defisit
Sementara itu, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai neraca transaksi berjalan Indonesia bakal mencatatkan defisit yang relatif di tahun ini. Itu akan menjadi pembalikan setelah beberapa tahun sebelumnya mencatatkan surplus.
"Kami memperkirakan current account 2023 mencatat defisit kecil 0,65 persen dari PDB, dibanding 0,99 persen dari surplus PDB pada 2022. Kami percaya hal ini masih dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah sampai batas tertentu, terhadap latar belakang ketidakpastian global yang tinggi," tuturnya.
Transaksi berjalan yang defisit, kata Faisal, tak luput dari prakiraan perdagangan Indonesia yang diprediksi akan melemah, utamanya dari sisi ekspor. Terlebih, sebagian besar bank sentral terus menerapkan suku bunga kebijakan yang lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama untuk menjinakkan inflasi yang membandel, yang akan membebani kinerja sektor riil.
Sedangkan impor diprakirakan masih sejalan dengan ekspor di tengah ketahanan ekonomi domestik yang mengindikasikan membaiknya permintaan domestik.
"Dengan demikian, kita terus mengantisipasi surplus perdagangan agar terus menyempit dan membuka kemungkinan neraca perdagangan berubah menjadi defisit lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya," tutur Faisal.
Surplus 37 kali beruntun
Diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2023 mencatatkan surplus USD0,44 miliar. Surplus tersebut menjadi yang ke-37 kali secara beruntun sejak Mei 2020. Namun tren surplus menunjukkan penyusutan sejak beberapa bulan terakhir.
"Surplus perdagangan Mei 2023 ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan Mei 2022," ujar Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud.
Dari data BPS, surplus dagang pada April 2023 menyentuh USD3,9 miliar. Itu berarti terjadi penyusutan surplus hingga USD3,46 miliar dalam waktu satu bulan.
Adapun surplus pada Mei 2023 diperoleh dari nilai ekspor yang sebesar USD21,7 miliar, lebih tinggi dari nilai impor sebesar USD21,3 miliar.