Muhtesem Endonezya 2025: Festival Budaya Indonesia Kembali Menggema di Negeri 2 Benua

Diaspora pelajar Indonesia di Turki kembali mempersembahkan kekayaan budaya Nusantara melalui Muhtesem Endonezya. (Foto: Dok. Ist)

Muhtesem Endonezya 2025: Festival Budaya Indonesia Kembali Menggema di Negeri 2 Benua

Patrick Pinaria • 3 December 2025 16:19

Sakarya: Diaspora pelajar Indonesia di Turki kembali mempersembahkan kekayaan budaya Nusantara melalui Muhtesem Endonezya, festival ini merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Sakarya. Festival budaya yang menampilkan kekayaan tradisi dari berbagai daerah nusantara ini digelar di Universitas Sakarya, tepatnya di Kongre Merkezi Sakarya, pada hari Jumat, 28 November 2025.
 

Kolaborasi budaya 2 negara

Menuju malam puncak Muhte?em Endonezya, pada 25 November 2025, yakni tiga hari sebelum malam puncak digelar. Diaspora Indonesia bekerja sama dengan mahasiswa lokal menggelar acara Batik x Ebru sebagai wadah untuk mempromosikan acara Muhtesem Endonezya. Acara ini dibuka dengan penampilan tari tradisional yang ditampilkan oleh mahasiswa Indonesia dan juga mahasiswa Turki.


(Foto: Dok. Ist)

Batik x Ebru merupakan pertukaran budaya antara Indonesia dan Turki, mahasiswa lokal dan mahasiswa internasional berkesempetan mempelajari teknik batik tradisional Indonesia sekaligus mengenal seni Ebru khas Turki. Tidak hanya itu, juga ada beberapa stand yang terdiri dari stand pengenalan budaya yang memperlihatkan barang-barang tradisional, stand baju-baju tradisional dan juga stand baju atau kain batik yang sengaja dipamerkan dan diperbolehkan untuk dicoba.

Uniknya, Batik dan Ebru memiliki ciri khas yang sama, yaitu sama-sama melukis. Jika batik melukis melalui canting di atas kain, Ebru ialah teknik melukis di atas air. Alunan musik Indonesia dan juga Turki berpadu dalam satu rasa bahagia yang menggema melalui tawa pada malam itu. Acara ditutup dengan sesi foto bersama, serta pesan untuk tidak lupa menghadiri malam puncak yang lebih spektakuler.
 

Cerita di balik 'Story Of Dreamland'

Muhte?em Endonezya tahun ini mengusung tema 'Story Of Dreamland', sebuah narasi simbolis untuk menampilkan keragaman budaya, bahasa, dan agama di Indonesia. Melalui photo booth yang menggambarkan peta Indonesia beserta penjelasannya, pengunjung diajak memahami bahwa meskipun terdiri dari ribuan pulau dan etnis, Indonesia adalah satu kesatuan yang utuh. Festival ini menjadi ajang untuk memperkenalkan sejarah, keunikan, dan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia internasional.


(Foto: Dok. Ist)

Reisyaff Fiermy Cantando Abiyu, selaku ketua panitia dalam acara Muhte?em Endonezya menyampaikan Indonesia milik kita bersama, meskipun melalui proses panjang yang tidak mudah, namun acara ini terselenggara dengan baik. 

"Semoga dari terselenggaranya acara ini, orang Indonesia sadar bahwa negara Indonesia sangat indah dan patut diperkenalkan ke kancah dunia. Tetaplah menjadi wakil Indonesia di manapun kita berada, serta menjunjung tinggi nama baik Indonesia. Saya berharap melalui acara ini, orang luar dapat memahami bahwa mengenal budaya baru itu tidak selalu membosankan, justru sangat menyennagkan, oleh karena itu kami kemas acara ini melalui beberapa penampilan tari tradisional yang berpadu dengan drama," ungkapnya. 
 

Puncak acara yang memukau

Area acara sudah dipadati pengunjung sejak jam 15.00 TRT, sedangkan registrasi akan dibuka pada jam 16.00 TRT. Saking antusiasnya mereka dalam memeriahkan acara malam puncak Muhte?em Endonezya tahun ini. Sistem registrasi yang dipisah antara pengunjung Indonesia dengan pengunjung internasional menjadikan registrasi kali ini lebih terstruktur. Para Pengunjung akan mendapatkan gantungan kunci berbentuk dompet yang terbuat dari kain batik sebagai hadiah. Serta akan mendapatkan uang mainan sebagai alat tukar untuk mengambil snack yang disediakan. 

Pembukaan secara resmi dibuka tepat pada pukul 18.00 TRT, pembacaan tilawah menjadi pembuka pada acara Muhte?em Endonezya, dilanjutkan menyanyikan lagu nasional Turki dan lagu nasional Indonesia. 
 
Wakil Rektor Universitas Sakarya, Ozer Koseoglu, meyampaikan apresiasi atas keseriusan mahasiswa Indonesia dalam menyelenggarakan festival budaya tersebut serta menekankan pentingnya budaya dalam suatu bangsa.


(Foto: Dok. Ist)

Momen pembukaan ditandai dengan bunyi angklung, yang dimainkan oleh Achmad Rizal Purnama, Duta Besar Indonesia untuk Turki, menandai dimulainya rangkaian puncak acara. Disambung dengan prolog drama berupa narasi pembuka legenda yang menceritakan tentang Arsa yang masih dalam proses pencarian dreamland hingga bertemu sang dewi dreamland. Melalui keingintahuan Arsa tentang pulau dan sejarah Indonesia berbekal dengan buku milik kakeknya, terceritakanlah sejarah Indonesia yang diikuti oleh tarian tradisional dari berbagai daerah, seperti Tari Saman, silat, Tari Piring, Tari Kembang Kipas, Tari Jejer Gandrung, Tari Dayak, tari 4 etnis dan tarung sarung, kecak dan juga Tari Timur. Para penonton dari berbagai negara akan mengetahui nama tarian-tarian tersebut lewat drama yang berlangsung bergantian dengan pertunjukan.
 

Muhtesem Endonezya berhasil memikat hati para pengunjung

Acara yang dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai negara ini merupakan acara yang keempat kali diadakan. Pada 2018 menjadi awal di mana Indonesia dapat lebih dikenal oleh masyarakat Turki, khususnya di kota Sakarya. Muhtesem Endonezya berhasil menggetarkan hati para penonton hingga berdecak kagum, mulai dari cara memasuki area yang terstruktur, disambut dengan pameran setelah pintu gapura, nasi tumpeng yang ditaruh dalam tengah arena, serta aneka kuliner nusantara yang disajikan.

Festival ini mendapatkan perhatian luas, tidak hanya dari mahasiswa internasional, tetapi juga dari pejabat Kota Sakarya, seperti Kepala Dinas Migrasi Provinsi Sakarya Ramazan Latifoglu, Kepala Distrik Serdivan Ali Candan, Kepala Dinas Olahraga Provinsi Sakarya Cemil Boz Atand?, serta Wakil Rektor Universitas Sakarya Ozer Koseoglu.


(Foto: Dok. Ist)

Dalam sambutannya, Dubes Rizal menegaskan bahwa budaya adalah jembatan sunyi yang mampu mempertemukan bangsa-bangsa tanpa batasan bahasa maupun wilayah. Ia menyoroti peran strategis diaspora pelajar sebagai motor penggerak diplomasi budaya, yang melalui kreativitas dan inisiatifnya mampu menghadirkan ruang perjumpaan antara Indonesia dan Turki. Festival semacam ini, menurutnya, bukan hanya pertunjukan seni, melainkan momentum membangun pemahaman lintas budaya dan memperkuat hubungan antarmasyarakat.

Aygul Alad?, mahasiswa asal Turki yang turut hadir, menyampaikan bahwa keberagaman tarian Indonesia menjadi pengalaman yang sangat memikat baginya. Ia menilai bahwa keramahtamahan para panitia dan penampil menciptakan suasana yang hangat serta membuat ia merasa dekat dengan budaya Indonesia. Ia juga menyatakan ketertarikannya untuk kembali hadir pada penyelenggaraan berikutnya. 

"Hal yang paling menarik ialah tarian-tariannya, kalian memiliki banyak tarian tradisional, berbeda dengan kami yang tidak memiliki tarian sebanyak tarian indonesia. Kalian juga sangat ramah dan akan saya pastikan jika nanti ada acara seperti ini lagi, saya akan hadir kembali, I Love Indonesia," pungkasnya.

Acara yang dihadiri setidaknya 900 pengunjung dari berbagai negara ini ditutup dengan parade seluruh penampil di atas panggung, diiringi musik tabola-bale dan berbagai musik tradisional Indonesia. Energi penonton yang berpadu dengan para talent menjadikan penutup malam puncak Muhtesem Endonezya terasa megah dan menggema luas.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Rosa Anggreati)