 
                    Brigadier Dean Thompson, Joint Force Land Component Commander dari Australian Army Headquarters Joint Operations Command (kanan). Foto: Metrotvnews.com
Muhammad Reyhansyah • 31 October 2025 07:59
                        Bayah: Latihan gabungan Bhakti Kanyini Ausindo 2025 (BKA25) dinilai menjadi salah satu bentuk kerja sama militer dan kemanusiaan paling komprehensif antara Indonesia dan Australia. 
Hal ini disampaikan oleh Brigadier Dean Thompson, Joint Force Land Component Commander dari Australian Army Headquarters Joint Operations Command, dalam sesi penutupan latihan di Bayah, Banten, Kamis, 30 Oktober 2025.
Menurut Brigadier Thompson, latihan yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Australian Defence Force (ADF), serta unsur dari Amerika Serikat dan Timor Leste ini bukan sekadar latihan rutin antar-angkatan bersenjata, melainkan simulasi nyata tentang bagaimana kekuatan militer dapat berkolaborasi dengan lembaga sipil dalam menghadapi bencana alam di kawasan Indo-Pasifik.
“Yang membuat latihan ini lebih penting adalah keterlibatan unsur sipil dari tingkat nasional hingga daerah. Mereka tidak hanya belajar, tetapi juga memahami apa yang harus dilakukan saat bencana nasional terjadi,” ujar Thompson.
Brigadier Thompson hadir bersama Brigadir Jenderal TNI Edi Saputra, Direktur Latihan BKA25. Keduanya memimpin peninjauan langsung terhadap simulasi penanganan bencana gempa bumi dan tsunami yang menjadi skenario utama latihan gabungan tersebut.
Ia menegaskan, latihan semacam ini memperkuat fondasi kepercayaan antara prajurit Indonesia dan Australia, serta menyiapkan interoperabilitas lintas negara dalam merespons keadaan darurat.
“Hubungan yang terbangun satu per satu antara prajurit kami — baik tentara, pelaut, penerbang, maupun marinir menumbuhkan kepercayaan dan persahabatan. Itu sangat penting jika suatu hari kami harus merespons bencana besar bersama,” katanya.
Selain menyoroti sinergi antar-militer, Thompson juga menekankan pentingnya integrasi lembaga darurat sipil Indonesia dan otoritas daerah yang turut terlibat dalam simulasi. Ia menyebut pelibatan tersebut sebagai langkah strategis dalam membangun kesiapan lintas institusi di kawasan yang rawan bencana.
“Saya sangat terkesan dengan bagaimana kemampuan tanggap darurat sipil terintegrasi dalam latihan ini. Itu menunjukkan kemajuan nyata dalam koordinasi regional,” ungkapnya.
Brigadier Thompson juga menyinggung tantangan utama yang dihadapi selama latihan, terutama dalam hal komunikasi lintas bahasa dan jarak geografis yang jauh dari pusat logistik. Namun, ia menilai hal tersebut justru menjadi kesempatan penting untuk memahami budaya dan konteks operasi Indonesia secara lebih dalam.
“Tantangannya adalah bahasa dan jarak, tapi pengalaman ini memberi kami pemahaman yang lebih baik tentang budaya dan karakter wilayah Indonesia,” tambahnya.
Latihan Bhakti Kanyini Ausindo 2025 diikuti lebih dari 350 personel gabungan dari TNI, ADF, US Marine Corps, dan F-FDTL (Timor Leste). Selain kegiatan simulasi bencana, latihan ini juga mencakup sesi medical training, water purification, dan maritime search and rescue. Tahun depan, latihan serupa dijadwalkan kembali digelar di Australia, melanjutkan siklus kerja sama yang telah berlangsung secara bergantian sejak 2023.
“Kami sangat berterima kasih kepada TNI atas penyelenggaraan latihan tahun ini. Ini merupakan keberhasilan besar, dan kami berharap dapat melanjutkannya di Australia tahun depan,” pungkas Brigadier Thompson.