Eks Menlu RI Marty Natalegawa hadir dalam acara CIFP di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Sabtu, 30 November 2024. (Medcom.id / Marcheilla Ariesta)
Marcheilla Ariesta • 30 November 2024 18:39
Jakarta: Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan, diplomasi adalah suatu profesi atau keahlian bagi para diplomat. Karenanya, diharapkan agar segala sesuatu yang berhubungan dengan politik luar negeri harus dikonsultasikan dengan para diplomat.
“Mereka (diplomat) sudah 20 tahun, 30 tahun dengan berbagai pengalaman yang dibangun selama ini, sehingga dalam hasilnya memberikan peluang kerja sama luar negeri yang besar di tiap pemerintahan,” kata Marty dalam salah satu panel diskusi di Conference on Indonesia Foreign Policy (CIFP) 2024, di Jakarta, Sabtu, 30 November 2024.
Marty mengatakan, pemerintahan baru di era Presiden Prabowo, harus mencoba untuk memperoleh manfaat dari penasihat profesional yang dapat diberikan oleh diplomat dari Kementerian Luar Negeri.
“Karena merekalah yang hari demi hari terus menerus memiliki institutional memory, institutional knowledge, kemampuan untuk membaca ruangan dinamika, suatu peringkat perundingan untuk bisa mengamalkan politik luar negeri Indonesia,” lanjut Marty.
Ia mengatakan, dalam pidato Menteri Luar Negeri Sugiono disebutkan bahwa Indonesia akan bergabung dengan berbagai forum. Menurutnya, tekat dan niat Indonesia ke depannya diperlukan presisi yang sejalan dengan kepentingan nasional.
“Kita perjuangkan secara sistematik, terus menerus, dan dalam kaitan ini - saya ingin speak on behalf of professional diplomats - buat mereka bekerja untuk Anda. Manfaatkan keahlian mereka, pengalamannya, kalau tidak, dunia akan berada di situasi yang sangat berat,” ucap Marty.
Menurut Marty, jika tidak menggunakan semua kemampuan yang dimiliki para diplomat, maka akan sulit.
Ia mencontohkan dengan pernyataan bersama yang dicapai Indonesia dengan Tiongkok baru-baru ini. Menurut Marty, ia tidak mengetahui apa yang menjadi latar belakang dan pertimbangan di belakangnya.
“Banyak pertanyaan yang timbul di benak kami kalau kita berbicara tentang joint development the areas of overlapping claims antara Tiongkok dengan Indonesia,” ucapnya.
Marty mengatakan, berbagai pertanyaan yang timbul adalah bagaimana Indonesia bisa mengetahui dimana overlapping claims itu. Pasalnya, ucap Marty, pihak Tiongkok hingga saat ini tidak pernah memberikan koordinat dari 9 garis putus itu.
“Undang-undang kita sendiri UU nomor 48 tahun 2008 mengenai wilayah negara Indonesia, menyebut secara gamblang negara-negara dimana kita menjadi tetangga, dan ada 10 negara, tapi Tiongkok bukan salah satu negara itu,” ucap Marty.
“Jadi bagaimana kita bisa memiliki overlapping claims dengan suatu negara yang dalam undang-undang tahun 2008 nomor 43 secara gamblang tidak disebut Tiongkok sebagai tetangga kita?” tanyanya.
Marty mempertanyakan, pernyataan bersama ini seharusnya hasil dari pembahasan semua stakeholders dan para ahli Indonesia. Namun, ia tidak memiliki jawabannya.
Ia berharap agar dalam setiap tahap dan permasalahan, pemerintah baru di era Prabowo Subianto menggunakan, memanfaatkan para diplomat Indonesia.
“Karena mereka yang bekerja untuk itu, dan itu adalah kenapa mereka dibayar. Dan mereka adalah pegawai negeri sipil, para diplomat Indonesia. Gunakanlah mereka,” pungkasnya.
Baca juga: Menlu Sugiono: Jangan Persepsikan Sendiri Pernyataan RI-Tiongkok Perihal Laut China Selatan