Presiden Korsel Terima Pengunduran Diri Menhan di Tengah Kekacauan Darurat Militer

Menteri Pertahanan Korsel Kim Yong-hyun yang memutuskan mengundurkan diri. Foto: Yonhap

Presiden Korsel Terima Pengunduran Diri Menhan di Tengah Kekacauan Darurat Militer

Fajar Nugraha • 5 December 2024 10:52

Seoul: Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol telah menerima pengunduran diri Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun. Keputusan tersebut dikeluarkan oleh kantor kepresidenan pada Kamis 5 Desember 2024 di tengah meningkatnya kontroversi seputar perannya dalam deklarasi darurat militer Yoon yang dibatalkan.

“Kim, yang mengusulkan deklarasi darurat militer kepada Yoon, menawarkan untuk mengundurkan diri pada Rabu, setelah Yoon tiba-tiba mengumumkan darurat militer pada Selasa malam dan mencabut dekrit tersebut beberapa jam kemudian menyusul pengesahan resolusi Majelis Nasional untuk membatalkannya,” laporan Yonhap.

Yoon telah menominasikan Choi Byung-huk, seorang pensiunan jenderal bintang empat yang saat ini menjabat sebagai duta besar Korea Selatan untuk Arab Saudi, untuk menggantikan Kim, kata Chung Jin-suk, kepala staf Yoon, dalam jumpa pers.


Pemakzulan

Parlemen Korea Selatan pada Kamis 5 Desember 2024 secara resmi mengajukan mosi untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol atas upaya yang gagal untuk memberlakukan darurat militer. Tetapi partainya berjanji untuk menentang langkah tersebut, sehingga prosesnya menjadi diragukan.

Seperti dilansir Channel News Asia, anggota parlemen dapat memberikan suara untuk RUU tersebut paling cepat pada Jumat, tetapi Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa pimpinan Yoon mengatakan mereka akan menentangnya.

Partai Demokrat yang beroposisi, yang memiliki mayoritas di parlemen, membutuhkan setidaknya delapan anggota parlemen dari partai yang berkuasa untuk mendukung RUU tersebut agar dapat disahkan.

Jika mosi pemakzulan disahkan dan ditegakkan oleh pengadilan konstitusi, Yoon akan menjadi presiden Korea Selatan kedua yang dimakzulkan sejak protes besar-besaran dengan menyalakan lilin terhadap skandal perdagangan pengaruh yang menyebabkan pencopotan mantan presiden Park Geun-hye pada tahun 2017.

Deklarasi darurat militer Yoon pada Selasa malam berupaya melarang aktivitas politik dan menyensor media di Korea Selatan, yang memiliki ekonomi terbesar keempat di Asia dan merupakan sekutu utama Amerika Serikat (AS). Langkah mengejutkan itu memecah belah para menteri Yoon dan Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa serta memicu kekacauan politik selama enam jam di Korea Selatan.

Pasukan bersenjata memaksa masuk ke gedung Majelis Nasional di Seoul tetapi mundur ketika para ajudan parlemen menyemprot mereka dengan alat pemadam kebakaran. Anggota parlemen menolak keputusan darurat militer sementara para pengunjuk rasa bentrok dengan polisi di luar.

Mosi pemakzulan terhadap Yoon dilaporkan ke sidang pleno yang dibuka tak lama setelah tengah malam pada Kamis dan membuka jalan bagi pemungutan suara pemakzulan yang akan diadakan dalam 24 hingga 72 jam berikutnya.

Partai-partai oposisi membutuhkan mayoritas dua pertiga untuk meloloskan RUU tersebut, dan dukungan dari sekitar delapan anggota dari partai Yoon sendiri untuk mengamankan 200 suara yang diperlukan untuk memakzulkannya. Jika RUU tersebut disahkan, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan kemudian akan memutuskan apakah akan mendukung usulan tersebut - sebuah proses yang dapat memakan waktu hingga 180 hari. (Antariska)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)