Perekonomian Asia Berada di Bawah Tekanan karena Krisis Tiongkok

Ekonomi Asia. Foto: Unsplash.

Perekonomian Asia Berada di Bawah Tekanan karena Krisis Tiongkok

Arif Wicaksono • 13 October 2023 19:38

New York: Lemahnya pemulihan di Tiongkok dan risiko krisis properti yang berkepanjangan dapat semakin melemahkan prospek ekonomi Asia. Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan prospek yang lebih suram di wilayah yang pernah tumbuh pesat ini.

"Peningkatan perekonomian Tiongkok pasca-lockdown kehilangan momentum lebih awal dari perkiraan," kata IMF dikutip dari The Business Times, Jumat, 13 Oktober 2023.

Sementara itu, kekuatan perekonomian Amerika Serikat (AS) memberikan dukungan yang lebih sedikit kepada Asia dibandingkan masa lalu karena fokusnya pada sektor jasa, yang tidak mendorong permintaan ekspor.

“Dalam waktu dekat, penyesuaian tajam pada sektor properti Tiongkok yang banyak berhutang dan mengakibatkan perlambatan aktivitas ekonomi kemungkinan akan berdampak pada kawasan ini, terutama pada eksportir komoditas yang memiliki hubungan perdagangan erat dengan Tiongkok,” kata dia.

“Pada sisi negatifnya, krisis real estate yang lebih berkepanjangan dan terbatasnya respons kebijakan di Tiongkok akan memperdalam perlambatan regional.” jelas IMF.

Pengetatan kondisi keuangan global yang tiba-tiba dapat menyebabkan arus keluar modal dan melemahkan nilai tukar di Asia.

IMF pangkas pertumbuhan ekonomi Asia

IMF memangkas perkiraan pertumbuhan tahun depan untuk Asia menjadi 4,2 persen dari 4,4 persen yang diproyeksikan pada bulan April, dan turun dari perkiraan 4,6 persen untuk tahun ini.

“Meskipun Asia masih diperkirakan akan menyumbang sekitar dua pertiga dari seluruh pertumbuhan global tahun ini, penting untuk dicatat bahwa pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelum pandemi,” kata IMF.

Di Jepang, perubahan yang dilakukan bank sentral terhadap kebijakan pengendalian imbal hasil obligasi menyebabkan limpahan pasar secara luas karena semakin besarnya kehadiran investor Jepang di pasar obligasi global, kata blog tersebut. Dampak seperti ini bisa menjadi lebih besar jika terjadi normalisasi kebijakan moneter yang lebih substansial.

normalisasi bank sentral jepang

Bank of Japan (BOJ) telah mempertahankan batas imbal hasil obligasi 10 tahun negaranya pada kisaran nol, untuk mendukung perekonomian yang rapuh. BOJ tahun lalu mulai secara bertahap mengurangi batas imbal hasil. Sebuah langkah yang secara luas dilihat oleh pasar sebagai langkah menuju penghapusan stimulus besar-besaran secara bertahap.

Beberapa analis mengatakan kenaikan suku bunga secara penuh di Jepang, yang belum pernah terjadi selama hampir dua dekade, dapat berdampak buruk pada pasar keuangan dengan meningkatkan biaya pendanaan bagi perusahaan dan investor di seluruh dunia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arif Wicaksono)