Militer Myanmar dihadapkan pada perlawanan kelompok pemberontak. Foto: EFE-EPA
Fajar Nugraha • 11 December 2024 17:39
Sittwe: Pasukan pemberontak Arakan Army (AA) semakin menunjukkan kekuatan mereka di negara bagian Rakhine, Myanmar, dengan berhasil menguasai markas Komando Militer Barat junta. Setelah merebut wilayah Ann pekan lalu, AA terus menekan pasukan junta hingga kini menguasai sekitar 80% wilayah negara bagian tersebut.
Pemberontakan yang dipimpin oleh Arakan Army (AA) di negara bagian Rakhine, Myanmar, mencapai babak baru setelah pasukan mereka berhasil menembus markas besar Komando Militer Barat junta.
Menurut laporan warga pada Selasa 10 Desember 2024, keberhasilan ini menyusul perebutan penuh atas wilayah Ann, yang terletak sekitar 220 kilometer di sebelah barat ibu kota Myanmar, Naypyidaw, pekan lalu.
Pada 30 November, AA merebut pos-pos militer terakhir junta di empat wilayah Ann, yaitu Myo Thit, Lay Yin Kwin, Aut Ywar, dan Ah Hta Ka. Keberhasilan ini memungkinkan AA untuk menguasai kota tersebut secara penuh, menandai kemajuan signifikan dalam perjuangan mereka untuk menentukan nasib sendiri di negara bagian Rakhine.
Seorang warga Ann yang berbicara dengan syarat anonim mengungkapkan bahwa AA kini menyerukan kepada pasukan junta yang tersisa di markas besar Komando Barat untuk menyerah. Junta merespons serangan ini dengan serangan udara dan pengiriman bala bantuan ke wilayah tersebut.
Melansir dari Radio Free Asia, rabu 11 Desember 2024, laporan lain menyebutkan bahwa pasukan junta dalam jumlah besar sedang bergerak menuju Ann melalui jalur sepanjang 150 kilometer yang menghubungkan kota tersebut dengan Minbu di timur laut. Mereka juga mengambil posisi bertahan di sekitar proyek-proyek infrastruktur yang didukung oleh Tiongkok.
Pada 20 November, AA juga berhasil merebut kota Toungup di wilayah tengah negara bagian Rakhine. Toungup merupakan jalur strategis yang menghubungkan zona ekonomi Kyaukpyu di pesisir barat, di mana Tiongkok membangun pelabuhan laut dalam dan fasilitas energi berupa pipa gas alam dan minyak yang menghubungkan Myanmar dengan Tiongkok selatan.
Tiongkok diketahui memberikan dukungan kepada junta setelah kudeta pada 2021, dengan rezim Min Aung Hlaing berjanji untuk melindungi kepentingan Tiongkok di Myanmar. Namun, konflik yang berlangsung hampir empat tahun ini telah memperlihatkan pergeseran kontrol wilayah yang signifikan.