Pengamat Sebut Perlu Ada Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka usai mendaftar Pilpres 2024 di KPU. Foto Tangkapan layar

Pengamat Sebut Perlu Ada Oposisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Dinda Shabrina • 23 April 2024 23:29

Jakarta: Pengamat kebijakan publik Yanuar Nugroho mengatakan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sangat memerlukan oposisi. Oposisi penting dalam suatu pemerintahan agar tidak ada kemutlakan dalam menentukan kebijakan.

“Kalau tidak ada oposisi, yang ada adalah kemutlakan. Perlu fungsi check and balances. Penyelenggaraan negara itu memang perlu dikawal,” ujar Yanuar saat memberi kuliah ‘Pentingnya Oposisi dalam Demokrasi Indonesia dan Oposisi yang Beretika’, Selasa, 23 April 2024.

Dia mencontohkan program makan siang gratis yang digagas Prabowo-Gibran. Menurut dia, program tersebut akan melibatkan banyak kementerian dan lembaga dalam pengimplementasiannya.

Makan siang gratis untuk sekitar 82,9 juta anak sekolah dibutuhkan daging ayam 1,3 juta ton/tahun, daging sapi 500 ribu ton/tahun, ikan 1 juta ton/tahun, dan beras 6.7 juta ton/pertahun.

“Itu melibatkan setidaknya 10 kementerian dan lembaga, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Sosial, Kemendikbud, Kementerian Kesehatan, Bulog, BUMN, Kemenag, UMKM, Kemendes, BPOM, dan seterusnya. Di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian, Kemenko PMK, Bappenas, Kemenkeu, dan Kumham,” jelas Yanuar.

Dari pengalamannya berada di lingkaran pemerintahan, Yanuar menyebut program seperti ini kemungkinan kegagalannya besar. "Terus bagaimana? Kok pesimis? Bukan, ini soal bagiamana penyelenggaraan negara dilakukan,” ujar dia.
 

Baca Juga: 

PKB: Gak Ada Oposisi di Indonesia


Pihak yang beroposisi di pemerintahan punya tugas mengawal dan mengawasi implementasi program makan siang gratis agar berjalan baik dan sesuai aturan hukum.

Alasan lainnya, lanjut dia, oposisi diperlukan untuk meminimalisir kemungkinan terjadi negara represif atau otoritarian. Kecenderungan negara yang anti-kritik dan anti-sanis sangat mudah ditemukan dalam pemerintahan yang tidak memiliki oposisi.

“Saya memberi tahu kenyataan. PR yang harus dipikirkan, masyarakat sipil kita itu sudah lemah dan dilemahkan. Faktanya masyarakat sipil kita lemah. Gerakan pro-demokrasi terfragmentasi. Ini fakta. Jadi mengapa kita perlu oposisi? This another thing to address, suka tidak suka, mau tidak mau,” ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)