BI Ramal Ekonomi Dunia Melambat Jadi 2,8% Tahun Ini

Ilustrasi. Foto: Freepik

BI Ramal Ekonomi Dunia Melambat Jadi 2,8% Tahun Ini

Annisa ayu artanti • 17 January 2024 16:03

Jakarta: Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat di 2024 yaitu menjadi 2,8 persen. Pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mereda.

"Ekonomi global diperkirakan tumbuh sebesar 3,0 persen pada 2023 dan melambat menjadi 2,8 persen pada 2024," kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo saat konferensi pers, Rabu, 17 Januari 2024.

Kondisi ekonomi dunia

Dia menjelaskan, ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India tetap kuat didukung konsumsi rumah tangga dan investasi.

Sementara itu, ekonomi Tiongkok melambat seiring dengan tetap lemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi sebagai dampak lanjutan dari pelemahan kinerja sektor properti, serta terbatasnya stimulus fiskal.
 
Baca juga: 

IMF Prediksi Ekonomi Global Menuju Soft Landing


Penurunan inflasi di negara maju, termasuk AS, berlanjut, meski masih berada di atas sasaran, sementara inflasi Tiongkok menurun dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Siklus kenaikan suku bunga kebijakan moneter negara maju, termasuk Fed Funds Rate (FFR), diperkirakan telah berakhir meskipun masih bertahan tinggi pada semester I-2024, dengan kemungkinan akan mulai menurun pada semester II-2024. 

Yield obligasi pemerintah negara maju

Yield obligasi pemerintah negara maju, termasuk US Treasury, menurun secara gradual tapi masih berada di level tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah AS.Tekanan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia juga berkurang.
 
"Perkembangan tersebut mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing dan mengurangi tekanan pelemahan nilai tukar di emerging market, termasuk Indonesia," ujar dia.

"Beberapa risiko global tetap perlu dicermati karena dapat mempengaruhi ketidakpastian perekonomian dunia, seperti berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara utama, termasuk Tiongkok, serta kepastian waktu dan besarnya penurunan suku bunga moneter negara maju, khususnya FFR," jelas dia.
 
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)