Pekerja proyek Desa Air Lanang, Kecamatan Curup Selatan, Rejang Lebong, Yoki mengaku rutin meminum kopi. (Tangkapan Layar Metro TV)
Patrick Pinaria • 19 September 2024 22:17
Jakarta: Industri kopi dunia sedang menghadapi tantangan besar. Hal ini tak lepas dari menurunnya produktivitas tanaman kopi karena dilanda cuaca ekstrem seperti El Nino, La Nina hingga Osilasi Madden-Julian. Cuaca buruk ini memberikan dampak besar pada harga kopi di dunia yang mengalami kenaikan yang cukup pesat.
Berdasarkan data dari London Stock, harga kopi robusta dunia per Agustus telah naik menjadi lebih dari USD4.000 per ton atau naik hampir 70 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain terjadi permintaan kopi di dunia terus mengalami kenaikan melebihi produksi komoditas kopi. Menurut data International Coffee Organization, sejak tahun 2018, dunia sudah mengalami kekurangan pasokan kopi.
Situasi serupa juga dialami di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi kopi Indonesia tahun 2023 mengalami penurunan 1,9 persen dibandingkan tahun 2022.
Jika ditelisik lagi, penurunan produksi kopi ini juga paling dirasakan di Provinsi Bengkulu. Provinsi ini masuk ke dalam salah satu provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia. Kini, para petani mengaku sejumlah perkebunan kopi di provinsi ini terkena dampak dari cuaca El Nino.
"Cuaca El Nino memberikan dampak ke kopi itu sangat signifikan dan keras karena perubahan musim panennya jadi mundur. Setelah itu, hasil produktivitasnya juga menurun," ujar salah satu petani kopi di Bengkulu, Saiful.
"Walaupun sekarang dengar ada kabar-kabar mahal kopi itu. Cuma kan karena kopi mahal itu kami belum panen. Kemarin mahal kan permintaan banyak, tapi persediaan kopinya enggak ada. Jadi kami juga masih bingung. Jadi dampak El Nino, kita sebagai petani walaupun harga mahal tapi kalau barangnya enggak ada kan sama saja, jadi enggak ada hasilnya juga," lanjutnya.
Saiful mengungkapkan ada ratusan batang pohon kopi yang tersebar di tiga bidang lahan miliknya kini mengering, tidak dapat tumbuh, dan berbuah secara optimal. Kondisi ini disebabkan karena dampak dari cuaca El Nino. Alhasil perolehan panen kopi jenis robusta maupun arabika di kebun Saiful menurun drastis.
"Kalau saya dari tiga bidang lahan saya sekali ngumpulin kurang lebih sekitar 50 karung. Gara-gara El Nino ini biasanya satu bidang ini kan saya sekali metik itu biasanya 10 Pop atau 10 karung. Ini paling- paling cuma 4-5 karung empat karung," jelas Saiful.
"Karena El Nino itu persediaan kurang, harga jadi melejit. Kalau sebelum El Nino kemarin kan paling tinggi di angka 20.000/kilogram, sudah green bean. Nah karena pengaruh El Nino itu sampai kemarin tembus di angka Rp70.000," tuturnya.
Kondisi ini juga diakui oleh Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Rejang Lebong Amrul Eby. Ia mengatakan kondisi perkebunan kopi di wilayahnya mengalami penurunan produktivitas sejak cuaca El Nino melanda dalam setahun terakhir.
"Budidaya kopi di Rejang Lebong di antaranya adalah terjadi di beberapa kecamatan ya berdampak terhadap mungkin turunnya produksi," jelas Amrul.
"Di beberapa kecamatan mungkin ada penurunannya hingga 15 sampai 20 persen. Ada juga terjadi pergeseran. Semestinya panennya itu bisa di bulan Mei-Juni, akibat dampak El Nino itu bergeser kepada panen yang lebih lambat," lanjutnya.
Selain wilayah Rejong Lebong, dampak El Nino ini juga dirasakan di kondisi perkebunan kopi di Kabupaten Kepahiang. Kondisinya tidak jauh berbeda dengan perkebunan kopi yang terdampak di wilayah lain di Bengkulu.
Dampak produktivitas kopi di Tanah Air akibat perubahan iklim tidak hanya dirasakan oleh para petani. Sejumlah pengusaha dari pemilik warung kopi hingga produsen skala industri secara tidak langsung harus menghadapi situasi serupa.
Adapun dampak yang dirasakan adalah kenaikan harga kopi. Mereka pun terpaksa harus menaikkan harga kopi.
"Kopi kan sudah menjadi bagian dari gaya hidup banyak orang dan kita lihat juga semakin berkembangnya informasi orang semakin tahu manfaat minum kopi, kita melihat semakin banyak orang yang minum kopi dan perkembangan konsumsi kopi di Indonesia juga cukup signifikan setiap tahunnya," kata salah satu pelaku industri kopi, Robin S.
"Tapi di sisi lain terutama dalam 2 tahun ini kita melihat bahwa karena masalah iklim, produksi kopi Indonesia yang turun dan juga harga kopi dunia yang meningkat, kita melihat bahwa harga bahan baku kopi itu bisa naik tiga kali lipat dalam dua tahun terakhir ini," lanjutnya.
Robin pun menjelaskan banyak cara para pelaku industri kopi untuk bisa menghadapi tantangan ini. Mulai dari meningkatkan harga tanpa mengubah kualitas ataupun mempertahankan harga dengan melakukan penyesuaian kualitas di bahan baku.
Namun, Robin memilih untuk meningkatkan harga tanpa harus mengubah kualitas. Menurutnya, memberikan kualitas tetap menjadi pilihan terbaik.
"Ini yang menjadi tantangan bagi pelaku industri adalah bagaimana kita bisa mengakomodir kenaikan harga bahan baku tanpa mengorbankan kualitas dari produk yang kita hasilkan. Karena kalau kualitas yang dikorbankan maka dampaknya akan terhadap konsumen mereka mendapatkan kualitas kopi yang lebih rendah daripada sebelumnya," tutur Robin.
Kopi tetap laku meski harga naik
Sementara itu, dampak juga dirasakan bagi para pelaku UMKM seperti warung kopi. Mereka terpaksa harus menaikkan harga kopi dagangan mereka.
Hal tersebut diakui salah satu pemilik warung kopi, Atin. Namun, menurutnya, hal itu tak membuatnya kehilangan pelanggan. Bahkan, kopi jualannya tetap laris dan dicari pelanggan.
"Enggak sih. Alhamdulillah masih aja pada ngopi ya mungkin karena suka kopi. Jadi harga naik juga enggak ngaruh sih. Pada ngopi aja," kata Atin.
Fakta masyarakat tidak terpengaruh dengan kenaikan harga kopi memang benar adanya. Masih banyak di antara mereka yang tetap mengonsumsi kopi meski tahu harga kopi naik.
Salah satunya diakui oleh Yoki. Ia merupakan pekerja proyek Desa Air Lanang, Kecamatan Curup Selatan, Rejang Lebong. Ia mengaku selalu mengonsumsi kopi karena menambah semangat saat bekerja.
"Kalau ngopi bikin enggak ngantuk, bikin semangat kerja, badan sehat," kata Yoki.
"Saya masih tetap beli meski harga naik karena kopi sudah jadi kebutuhan primer," ujarnya.
Hal yang sama juga dirasakan Imam Maulana. Seorang karyawan swasta di sebuah perusahaan penyiaran swasta nasional.
Ia mengungkapkan selalu rutin mengonsumsi kopi di sela-sela pekerjaannya. Menurutnya, kopi ini bisa meningkatkan dan mengurangi tingkat stres saat bekerja.
"Salah satu cara saya meng-hande-lnya dengan minum kopi. Kopi ini membuat mood lebih better dari sebelumnya," kata Imam.
Pada kesempatan itu, Imam memberi tanggapannya mengenai fenomena kenaikan harga kopi saat ini. Ia memastikan kenaikan harga kopi ini tidak akan menurunkan rutinitas mengonsumsi kopi.
"Karena saya pencinta kopi, menurut saya tidak ada yang berkurang untuk konsumsi kopi setiap hari," katanya.
Efek positif kopi pada tubuh
Kenaikan harga kopi tampaknya tidak terlalu menjadi isu bagi masyarakat, khususnya pencinta kopi. Banyak di antara mereka tetap rutin mengonsumsi kopi karena merasa kopi memiliki manfaat baik bagi tubuh. Khususnya untuk meningkatkan semangat dan juga meningkatkan fokus untuk bekerja.
Efek positif kopi pada tubuh manusia ini pun diungkapkan dr. Mely Marita. Ia yang merupakan dokter spesialis ahli gizi klinis ini menjelaskan kopi ini mengandung antioksidan tinggi yang berfungsi memperbaiki sel darah dan juga mengurangi depresi, mengurangi stres.
"Kopi itu mengandung antioksidan tinggi yang salah satunya memperbaiki sel darah, yang juga bisa mengurangi depresi, mengurangi stres. Cuman saja dengan ada efek samping jika kita penggunaan kopi atau mengkonsumsi kopi lebih dari takaran gizi yang ada seperti yang saya sebutkan tadi 10 sampai 15 miligram," kata dr. Melly.
"Memang kopi salah satu faktor yang merangsang sel saraf untuk membuat fungsi otak itu bekerja lebih aktif," tuturnya.