Ilustrasi blok migas. Foto: Dokumen Kementerian ESDM
Media Indonesia • 1 February 2024 15:48
Jakarta: Sinergi yang baik antarkementerian/lembaga dan stakeholder dinilai bisa menjadi kunci menciptakan iklim investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) Indonesia yang lebih menarik.
Founder Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak bisa bekerja sendiri untuk meningkatkan daya saing investasi hulu migas di Tanah Air.
"Misalnya, soal membuat kontrak bagi hasil migas yang lebih menarik, itu bukan dari SKK Migas, tapi ada peran Kementerian ESDM. Sinergi yang baik dibutuhkan supaya iklim investasi hulu migas Indonesia menarik," ungkap Agung dilansir Media Indonesia, Kamis, 1 Februari 2024.
Ia menuturkan, masalah proyek hulu migas terjadi pada proyek gas alam cair (LNG) Abadi Blok Masela, Maluku. Adanya perubahan skema pengembangan Blok Masela dari offshore (di laut lepas) menjadi onshore (di daratan) akibat instruksi Presiden Joko Widodo, menghambat pergerakan proyek tersebut selama beberapa tahun.
"Dengan perubahan dari
offshore ke
onshore, mengubah komposisi investasi dan investor akhirnya cabut. Jadi, persoalan di hulu migas banyak di luar jangkauan SKK Migas," jelas dia.
Agung menegaskan untuk meningkatkan iklim investasi hulu migas perlu dihilangkan izin usaha yang berbelit-belit dan adanya kepastian hukum yakni terkait revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas).
"Perizinan usaha harus sederhana dan secara keekonomian harus menguntungkan. Supaya investasi lebih kompetitif agar pemain besar masuk ke sini," ucap dia.
Proyek gas digenjot
Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai SKK Migas bisa fokus terhadap pelaksanaan proyek-proyek gas di Tanah Air.
Pemanfaatan gas dianggap sebagai jembatan menuju energi bersih di Indonesia.
"Karena investasi minyak selama beberapa tahun terakhir sudah menurun. Potensi gas kita kan masih besar, berbeda dengan potensi cadangan minyak kita yang terus menurun," ungkap Fahmy.
Fahmy juga menyebut potensi gas besar itu dapat ditemukan di Blok Masela. Tercatat kapasitas produksi kilang LNG di Lapangan Abadi Masela mencapai 9,5 juta ton per tahun/
million ton per annum (mtpa) dan 150 juta kaki kubik (mmscfd) dalam bentuk gas pipa, serta produksi kumulatif kondensat sebesar 255,28 juta barel (
million stock tank barrels/MMSTB).
"Potensi gas yang sebesar itu jangan sampai diabaikan oleh SKK Migas untuk ketahanan energi kita," ujar dia.
(Insi Nantika Jelita)