Penurunan Komisi Ojol Bisa Ancam Ekonomi Digital dan Lapangan Kerja

Ojek online. Foto: Mi/Bary Fathahillah.

Penurunan Komisi Ojol Bisa Ancam Ekonomi Digital dan Lapangan Kerja

Al Abrar • 26 May 2025 18:35

Jakarta: Pemerintah diminta tidak buru-buru merespons tuntutan pengemudi ojek online (ojol) terhadap kebijakan pemotongan pendapatan oleh aplikator yang dianggap merugikan. Keputusan tidak berbasis data dan hanya mengakomodasi satu pihak bisa menimbulkan dampak negatif yang lebih luas terhadap ekosistem digital Indonesia.

Peringatan itu disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara), Agung Yudha, menanggapi gelombang demonstrasi besar para pengemudi ojol yang berlangsung pada 20 Mei 2025. Dalam aksi tersebut, para mitra pengemudi mendesak pemerintah agar menurunkan komisi yang selama ini dipotong perusahaan aplikasi hingga 20 persen, yang dianggap terlalu memberatkan.

“Ekosistem ojol dan layanan pengantaran digital itu sangat kompleks. Tidak hanya pengemudi dan aplikator, tetapi juga melibatkan konsumen, UMKM, investor, penyedia teknologi, hingga mitra bisnis seperti restoran, toko, dan bengkel,” ujar Agung dalam keterangan pers di Jakarta, Senin, 26 Mei 2025. 

Ia mengingatkan, keputusan pemerintah yang terlalu cepat mengakomodasi tuntutan satu pihak tanpa mempertimbangkan dampak menyeluruh bisa memukul kontribusi industri digital terhadap ekonomi nasional.

Berdasarkan riset Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2023, sektor ojol, taksol (taksi online), dan kurir digital menyumbang sekitar dua persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Agung menilai, jika komisi dipaksa turun secara sepihak, potensi kerugiannya sangat besar.

“Hilangnya sebagian pendapatan pengemudi akan menurunkan daya beli, dan itu berdampak pada sektor makanan, kebutuhan pokok, hingga layanan keuangan seperti pinjaman dan cicilan,” jelasnya.

Ia memaparkan sejumlah potensi dampak dari penurunan komisi, Seperti hanya 10–30 persen mitra pengemudi yang dapat terserap ke lapangan kerja formal. Penurunan aktivitas ekonomi digital yang bisa menekan PDB hingga 5,5 persen. Serta, sekitar 1,4 juta orang berisiko kehilangan pekerjaan.

"Total dampak ekonomi diperkirakan mencapai Rp178 triliun, termasuk efek berantai ke sektor lainnya," katanya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi merespons soal adanya potongan aplikasi lebih dari 20 persen bagi mitra serta wacana mitra transportasi/ojek online (ojol) sebagai pegawai tetap.

"Kami melihat ini merupakan sebuah ekosistem yang melibatkan banyak pihak. Tentu akan sangat arif apabila kita mendengarkan apa yang menjadi permasalahan pada bisnis online ini," papar Dudy dikutip dari siaran pers yang diterima, Kamis, 22 Mei 2025.

Dirinya menegaskan kepada para aplikator, potongan aplikasi tidak boleh melebihi dari 20 persen atau mesti sesuai sesuai dengan Kepmenhub No. KP 1001 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.

Dirinya akan mengkaji dan mengevaluasi skema potongan aplikasi ini bersama dengan stakeholder terkait serta dampaknya pada ekosistem online yang telah berjalan, menyusul adanya tuntutan potongan aplikasi maksimal 10 persen dari mitra pengemudi.

Di samping itu, ia menegaskan pemerintah akan menjaga ekosistem yang telah terbangun dalam jasa transportasi online, agar berjalan seimbang dan berkelanjutan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Al Abrar)