Ilustrasi. Metrotvnews.com.
Yogyakarta: Kebijakan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) mulai diberlakukan menggantikan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mulai tahun ajaran 2025/2026. Kementerian Pendidikan, Dasar, dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagai pembuatan kebijakan itu diingatkan agar sistem baru bisa dijalankan dengan berkeadilan.
"Pertama kami apresiasi pada pak Menteri terkait pembaharuan sistem PPDB jadi SPMB. Saya kira tidak hanya sekadar mengganti nama, yang penting adalah substansi kebijakan yang berasas keadilan, pemerataan, transparansi dan lain-lain," kata Guru Besar Ilmu Pendidikan dan Psikologi, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Arif Rohman, saat dihubungi, Senin, 9 Juni 2025.
Arif menjelaskan masyarakat membutuhkan imbas positif dari kebijakan yang pemerintah terapkan. Dengan adanya jalur seperti zonasi, afirmasi, maupun prestasi, anak-anak yang memerlukan pendidikan memerlukan akses yang mampu menampung kebutuhan dalam konteks kebutuhan pendidikan.
"Jalur domisili Itu saya kira sudah bagus, tapi perlu ada juga zonasi untuk untuk wilayah Indonesia. Artinya zonasi tidak hanya pada murid tetapi zonasi pada penyelenggara keputusan provinsi, keputusan kota, ini kan tidak sama. Saya kira perlu itu dan tentu wilayah Indonesia tergantung pada kesiapan satu sistem," katanya.
Keberadaan teknologi dalam mengaplikasian kebijakan baru tersebut memang memudahkan akses dalam suatu wilayah. Namun, ia melanjutkan, ada kawasan-kawasan tertentu yang masih kesulitan pada dalam pemanfaatan teknologi, terutama yang jaringan internetnya tidak bisa maksimal.
Selain itu, persoalan kepadatan demografis yang padat perlu dipertimbangkan yang berbeda dengan daerah-daerah yang longgar demografisnya. Artinya, kata dia, animo pendaftar di sekolah tertentu itu berbeda di daerah kota. Ia menyebut persoalan pencarian murid baru di setiap daerah lebih beragam.
"Kalau di Yogyakarta, misalnya ada di Gunungkidul itu dan Samigaluh di (Kabupaten) Kulon Progo atau di Sleman atau di dalam-di luar di Kabupaten Bantul itu tentu berbeda dengan Kota Jogja," ujarnya.
Ia secara khusus menyoroti fenomena sejumlah sekolah dasar negeri yang memperoleh sedikit murid baru dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun, secara akses sekolah tersebut tersebut hampir sama dengan sekolah lain yang berstatus swasta.
Untuk itu, ia menilai menjalankan sistem zonasi ini perlu mempertimbangkan banyak pihak yang tidak boleh dilakukan secara simplifikasi lalu penyederhanaan. Penyederhanaan itu yakni menganggap semua sistem yang siapkan bisa dilakukan pada setiap daerah.
"Semua Indonesia ini. Saya kira sebuah kebodohan bagi kita kalau melakukan hal yang terlalu simplistik atau terlalu sederhana seperti itu. Perlu disiapkan secara matang supaya tidak terjadi gap implementation antara rancangan dan penerapan, antara diimplementasi terjadi persoalan terjadi terulang berkali-kali seperti itu," kata dia.
Deputi Bidang Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch (JCW), Baharuddin Kamba, mengingatkan sistem baru dalam penerimaan siswa di sekolah bukan berarti akan bebas dari praktik culas. Baharuddin menegaskan potensi praktik koruptif masih bisa terjadi dalam SPMB karena hal yang paling mendasar adalah SPMB sistem rebutan kursi.
"Sehingga potensi (kecurangan) akan terulang kembali di tahun 2025 ini. Terbatasnya jumlah kuota atau kursi, khususnya pada sekolah negeri favorit atau unggulan membuka peluang berbagai pihak untuk menghalalkan segala cara," kata dia.
Ia mengatakan praktik kecurangan yang terjadi bertahun-tahun yakni dengan memanipulasi kartu keluarga dengan status 'famili lain', memanipulasi jarak zonasi, manipulasi sertifikat, hingga pemalsuan data kemiskinan. Menurut dia, filosofi sistem zonasi yang tujuannya untuk pemerataan justru menimbulkan ketimpangan baru.
Padahal untuk menghadirkan pemerataan tersebut, jumlah kursi harus sama dengan jumlah anak yang mau sekolah.
"Problemnya selama ini yang diotak-atik itu jalur-jalur zonasi, prestasi, disabilitas, afirmasi dan mutasi. Misalnya menambah atau mengurangi kuota. Tetapi pemerintah belum pernah mengotak-atik bagaimana solusinya tentang bangku yang kosong. Sehingga calon siswa yang tidak diterima disekolah negeri akhirnya ke sekolah swasta. Dikhawatirkan dengan putusan MK soal sekolah swasta gratis, akan mengurangi kualitas guru dalam mengajar," ujar Baharuddin.
Ia mengungkapkan JCW membuka pokso aduan SPMB untuk jenjang SMP hingga SMA/SMK negeri. Ia menyatakan apabila masyarakat menemukan adanya kecurangan disertai dengan bukti yang mendukung dapat disampaikan melalui WA 0821 3832 0677.
"Aduan masyarakat akan kami sampaikan ke pihak terkait untuk ditindaklanjuti, misalnya ditemukan adanya manipulasi KK, manipulasi jarak zonasi, manipulasi data kemiskinan, maka calon siswa tersebut direkomendasikan untuk didiskualifikasi karena terbukti berbuat curang," ucapnya.