Ekonomi RI Hadapi Tekanan Struktural, Reformasi Jadi Kunci Percepatan

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Ekonomi RI Hadapi Tekanan Struktural, Reformasi Jadi Kunci Percepatan

M Rodhi Aulia • 13 May 2025 19:32

Jakarta: Indonesia mengawali tahun 2025 dengan tekanan ekonomi yang tidak ringan, baik dari sisi domestik maupun eksternal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87 persen, turun dibandingkan 5,11 persen pada periode yang sama tahun lalu.

Penurunan ini menunjukkan adanya tekanan struktural yang belum teratasi secara menyeluruh. Meskipun angka tersebut masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan tertinggi di kawasan Asia Tenggara—mengungguli Malaysia (4,4 persen), Singapura (3,8 persen), dan Thailand (3,4 persen)—tren perlambatan ini tidak boleh diabaikan.

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa capaian kuartal I mencerminkan tantangan serius yang dihadapi Indonesia, baik dari sisi struktural dalam negeri maupun ketidakpastian global. Menurutnya, penurunan laju pertumbuhan adalah sinyal penting perlunya reformasi yang lebih mendasar.

Baca juga: Gasblock PGN Karangrejo Dongkrak Ekonomi Desa dan UMKM

“Indonesia memulai 2025 dengan tantangan serius dari dalam dan luar negeri. Kuartal pertama mencatatkan pertumbuhan ekonomi hanya 4,87 persen, turun dari 5,11 persen pada periode yang sama tahun lalu. Angka ini menunjukkan tekanan struktural yang perlu segera ditanggapi dengan reformasi kebijakan yang berani dan strategis,” tegas Syafruddin yang dikutip, Selasa, 13 Mei 2025.

Pemerintah pun menghadapi dilema: menjaga daya dorong ekonomi dalam jangka pendek sembari menyiapkan langkah-langkah reformasi struktural jangka panjang. Kebijakan fiskal dan moneter harus dijalankan secara presisi agar tidak hanya mampu menopang pertumbuhan, tetapi juga mengatasi hambatan fundamental yang membelenggu ekonomi nasional.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, menyoroti kondisi global yang penuh ketidakpastian sebagai tantangan utama yang masih akan membayangi perekonomian Indonesia sepanjang 2025. Ia menekankan bahwa proyeksi pertumbuhan tahun ini kemungkinan besar tetap di bawah 5 persen.

“Ketidakpastian global akibat perang dagang yang belum mereda tetap menjadi faktor utama yang membayangi laju pertumbuhan,” kata Josua.

Sementara itu, pemerintah tetap mengandalkan konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama ekonomi nasional. Konsumsi menyumbang sekitar 54,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan tumbuh sebesar 4,89 persen pada kuartal pertama. Program-program seperti Tunjangan Hari Raya (THR), bantuan hari raya, dan mudik gratis dinilai berperan dalam menjaga daya beli masyarakat.

Namun, ketergantungan pada konsumsi saja tidak cukup. Data BPS menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi kontributor pertumbuhan tertinggi dengan angka 10,52 persen, diikuti sektor jasa lainnya (9,84 persen), dan jasa perusahaan (9,27 persen). Ini menunjukkan potensi sektor-sektor tertentu yang perlu terus diperkuat dengan kebijakan yang tepat.

Untuk menjaga momentum pertumbuhan, pemerintah menyiapkan strategi pada triwulan II-2025 yang lebih terstruktur. Program-program seperti penyaluran bantuan sosial PKH dan Kartu Sembako untuk periode Mei-Juni, pencairan gaji ke-13 bagi ASN, serta insentif fiskal untuk sektor properti dan otomotif menjadi bagian dari pendekatan jangka pendek.

Pemerintah juga menempuh kebijakan jangka menengah dengan membentuk Satuan Tugas Perluasan Lapangan Kerja serta mempercepat penyederhanaan perizinan melalui Instruksi Presiden tentang Deregulasi. Dua langkah ini diharapkan dapat mempercepat penciptaan lapangan kerja dan menarik lebih banyak investasi ke sektor riil.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menambahkan bahwa penguatan pembiayaan juga menjadi bagian dari strategi pemerintah. “Kami juga mengoptimalkan penyaluran KUR dan capital expenditure BUMN untuk menciptakan multiplier effect,” jelas Airlangga.

Dari sisi fiskal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan pentingnya percepatan belanja pemerintah dan sinergi antarinstansi dalam menjaga stabilitas makroekonomi. Ia juga menyebut kerja sama internasional sebagai elemen kunci dalam memperluas ruang fiskal dan membuka pasar baru.

Kerja sama ini mencakup keanggotaan Indonesia di BRICS, partisipasi aktif dalam OECD, serta penguatan hubungan dagang dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa—langkah-langkah strategis yang menjadi bagian dari visi jangka panjang memperkuat ketahanan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Rodhi Aulia)