Pengenaan Tarif Trump 19 Persen bagi Indonesia Banyak Ruginya, Ini Penjelasannya

Ilustrasi. Foto: dok MI/Pius Erlangga.

Pengenaan Tarif Trump 19 Persen bagi Indonesia Banyak Ruginya, Ini Penjelasannya

Naufal Zuhdi • 20 July 2025 09:03

Jakarta: Presiden RI Prabowo Subianto sukses merayu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait tarif perdagangan yang masuk ke AS. Indonesia berhasil melobi AS dengan menyunat tarif Trump tersebut, dari 32 persen pada awalnya menjadi 19 persen.

Merespons hal itu, Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengungkapkan pengenaan tarif sebesar 19 persen tersebut merupakan suatu kerugian untuk Indonesia. 

Sebab sebelumnya, Indonesia memiliki fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) atau fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk mendorong ekspor produk mereka ke pasar AS.

"Sebenarnya kalau dilihat dari tarifnya itu sendiri kan, waktu sebelum ini (tarif 19 persen) ekspor Indonesia ke Amerika itu banyak yang menerima nol pesen sebenarnya. Karena kita mendapatkan fasilitas yang namanya GSP. Nah sekarang jadi 19 persen. Ya jadinya tentunya kita sebenarnya agak rugi, sebenarnya kerugian kita malah mengalami penghambatan dari AS," kata Yose saat dihubungi, dikutip Minggu, 20 Juli 2025.

"Sementara di satu sisi kita memberikan nol persen kepada Amerika Serikat yang tadinya mungkin kalau enggak salah itu sekitar lima sampai delapan persen secara rata-rata tarif bea masuk yang dikenakan untuk produk Amerika yang ke Indonesia," tambahnya.

Yose menilai, meskipun tarif yang dikenakan AS terhadap Indonesia masih di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Vietnam (20 persen), Malaysia (25 persen), Thailand (30 persen), Filipina (20 persen), Kamboja (36 persen), Laos (40 persen), Myanmar (40 persen), Brunei (25 persen) dan Singapura (25 persen), pengenaan tarif ini secara umum tidak memberikan keuntungan apapun untuk Indonesia.

"Walaupun mungkin memang kita bisa lihat lagi tarif yang 19 persen ini lebih rendah dibandingkan tarif dari negara-negara lainnya, tetapi tetap aja sebenarnya Amerika Serikat itu melakukan hal-hal yang tidak fair kepada Indonesia. Dan tentunya pasti akan memberikan kerugian terhadap ekspor kita ke Amerika Serikat," beber Yose.
 

Baca juga: Masih Nego dengan AS, Pemerintah Minta Tarif Nol Persen untuk Komoditas Ini


(Aktivitas perdagangan internasional. Foto: Medcom.id)
 

Ekspor RI ke AS bepotensi melempem


Lebih lanjut ia menjelaskan, daya beli (purchasing power) dari Amerika juga akan mengalami penurunan akibat diberlakukannya tarif impor. Hal itu tentu memberikan dampak terhadap adanya potensi ekspor Indonesia ke AS yang juga akan mengalami penurunan.

"Permasalahannya ketika bea masuk ini dinaikkan, artinya juga kemampuan purchasing power dari Amerika untuk membeli barang secara umum, regardless dari mana tempatnya, itu akan mengalami penurunan. Kalau tadinya mungkin mereka membeli tiga atau empat, sekarang cuma membeli dua. Mereka akan mengalami penurunan karena ada bea masuk yang lebih tinggi, harga juga yang lebih tinggi," urai Yose.

"Jadi pada satu sisi yang lain, kemungkinan kita akan mengalami penurunan (ekspor) itu cukup besar, walaupun biaya masuk yang dikenakan kepada produk Indonesia itu lebih rendah dibandingkan dengan negara lain," papar dia menambahkan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)