Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% di 2026, Ini yang Harus Dilakukan

Ilustrasi. Foto: Dok Metrotvnews.com

Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi 5,4% di 2026, Ini yang Harus Dilakukan

Eko Nordiansyah • 17 August 2025 12:43

Jakarta: Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 akan berat, jika tidak diiringi dengan dorongan besar. 

"Target ini akan menuntut dorongan besar dari konsumsi rumah tangga (yang selama ini menjadi kontributor utama PDB), investasi swasta, dan ekspor neto (net export)," ujarnya kepada Media Indonesia, dikutip Minggu, 17 Agustus 2025.

Ia menjelaskan risiko berasal dari ketidakpastian eksternal seperti tensi dagang dan moderasi pertumbuhan Tiongkok. Tanpa akselerasi reformasi struktural dan percepatan realisasi belanja produktif, pencapaian target ekonomi dianggap menantang. 

Selain itu, sasaran pertumbuhan ekonomi 5,4 persen juga memerlukan asumsi investasi dan ekspor yang agresif. Pemerintah pun didorong menyiapkan contingency plan atau rencana alternatif jika ekspor terdampak penurunan permintaan global atau harga komoditas.

Terkait target inflasi 2,5 persen dalam RAPBN 2026, Josua menilai angka tersebut relatif rendah, bahkan mendekati batas bawah sasaran BI. Pencapaian target ini akan sangat bergantung pada efektivitas subsidi energi dan pangan yang tepat sasaran serta ketersediaan pasokan.
 

Baca juga: 

Gaji PNS 2026 Tidak Naik, Anggaran Pemerintah Tahun Depan Fokus ke Program Prioritas



(Ilustrasi. Foto: Dok MI)

Risiko volatilitas harga

Menurutnya, risiko utama berasal dari volatilitas harga komoditas global, khususnya energi dan pangan, serta dampak iklim ekstrem terhadap produksi pangan domestik. Mengingat besarnya kontribusi bahan makanan bergejolak (MBG) dalam pembentukan inflasi, koordinasi lintas kementerian untuk menjaga pasokan dan distribusi pangan menjadi kunci agar inflasi tetap terkendali.

Josua juga menila kisaran sasaran inflasi ini terbilang konservatif dibanding proyeksi inflasi 2025, mencerminkan antisipasi terhadap potensi penguatan dolar AS apabila The Fed mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama. Namun, jika aliran modal asing meningkat seiring penurunan suku bunga global, rupiah berpotensi menguat. 

"Kestabilan kurs, pada akhirnya, akan bergantung pada peran BI dalam mengelola arus modal jangka pendek dan menjaga kepercayaan investor," imbuhnya.

Defisit anggaran masih aman

Mengenai target defisit dalam RAPBN 2026, Josua menilai angkanya masih relatif aman. Total belanja negara direncanakan sebesar Rp3.786,5 triliun, sementara penerimaan ditarget mencapai Rp3.147 triliun. Dengan demikian, defisit APBN diperkirakan mencapai Rp638,8 triliun atau setara 2,48 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Target defisit 2,4 persen PDB relatif aman dan di bawah batas UU tiga persen (dari PDB). Ini memberi ruang bagi pemerintah menjaga kredibilitas fiskal," katanya.

Meski begitu, strategi pembiayaan defisit tetap perlu dijalankan secara prudent, inovatif, dan berkelanjutan melalui instrumen kreatif seperti kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), Danantara, serta sekuritisasi aset, agar ketergantungan pada utang Surat Berharga Negara (SBN) dapat ditekan.

Pemerintah, lanjutnya, juga menekankan efisiensi belanja operasional dan integrasi belanja pusat-daerah. Tantangan utama, menurut Josua, terletak pada kapasitas daerah menyerap anggaran secara efektif, mengingat historisnya realisasi belanja daerah cenderung lambat dan terkonsentrasi di akhir tahun. (Ins)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Eko Nordiansyah)