PEMERINTAH yang bersih dan adil adalah permulaan dari segala sesuatu. Dari rahim seperti itulah lahir kebijakan yang berpihak kepada rakyat, pembangunan merata, dan kemajuan hakiki. Sebaliknya, pemerintah yang korup dan tidak amanah hanya akan melahirkan ketimpangan, kebijakan yang menyengsarakan rakyat, serta stagnasi dalam pembangunan.
Pemahaman tersebut di atas haruslah dipegang teguh oleh seluruh jajaran pemerintah mulai dari level daerah hingga tingkat pusat. Mereka bisa duduk di kursi empuk kekuasaan karena kehendak rakyat. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah bekerja untuk melayani dan membahagiakan rakyat, bukan malah sebaliknya.
Presiden
Prabowo Subianto menginsafi dan mengerti benar pentingnya pemerintah yang bersih dan adil. Saat membuka acara Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Otonomi Expo 2025 di ICE BSD, Tangerang, Banten, kemarin, Prabowo mengingatkan kembali pentingnya jajaran pemerintah di segala lini bekerja untuk rakyat.
Sebagai sebuah fondasi, kata Prabowo, pemerintah yang bersih dan adil akan membuat rakyat bahagia. Dari kebahagiaan kolektif inilah, kemakmuran suatu bangsa dapat terwujud. Sebab, rakyat yang bahagia cenderung lebih produktif, baik dalam bekerja, belajar, maupun berkontribusi bagi masyarakat.
Berbicara tentang kemakmuran itu sama artinya dengan memiliki akses pada sumber daya finansial. Dengan uang yang melimpah akan bisa membiayai tentara yang kuat, negara memiliki kapasitas untuk membiayai berbagai sektor strategis termasuk membangun kekuatan militer yang tangguh sebagai penjaga kedaulatan dan pertahanan nasional.
Uraian pemikiran Prabowo tersebut sebenarnya bukan barang baru. Ia mengaku terinspirasi dari kajian Universitas Harvard tentang peradaban yang bisa bertahan ratusan tahun. Menurut dia, ada tiga syarat utama tentara yang kuat, keamanan yang kuat, dan pemerintahan yang unggul.
Publik tentu sepakat, bahkan mendukung sepenuhnya, bahwa pemerintah harus bekerja demi membahagiakan rakyat. Akan tetapi, semuanya itu jangan kiranya berhenti pada tataran retorika yang manis di atas panggung, tapi pahit dalam kenyataan. Publik masih ingat aksi massal warga yang mendesak Bupati Pati Sudewo untuk mundur. Itu menjadi salah satu contoh betapa kepala daerah belum benar-benar bekerja menyentuh hati warganya.
Kita juga masih tajam mendengar ada kepala daerah hingga kepala dinas yang terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Fenomena ini menunjukkan bahwa integritas dan komitmen terhadap pelayanan publik belum menjadi landasan utama dalam menjalankan amanah kekuasaan.
Tidak hanya kepala daerah yang bermasalah. Di level pusat juga marak praktik culas yang menyengsarakan rakyat. Ada Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer yang menjadi tersangka dugaan tindak pidana korupsi atas kasus pemerasan di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Mengimbau pemerintah daerah dan pusat untuk bekerja demi rakyat tentulah baik dan amatlah benar. Mereka yang digaji dari duit rakyat memang harus mendengar suara rakyat, dekat dengan rakyat, dan tidak mengabaikan keluh kesah rakyat. Tetapi imbauan saja tidak cukup. Harus ada gebrakan demi membuat pemerintah yang bersih dan adil menjadi sebuah kenyataan yang permanen.
Presiden Prabowo selaku panglima perang pemberantasan korupsi harus bisa menghadirkan transparansi anggaran, penguatan sistem reformasi birokrasi, pencegahan praktik KKN, serta penegakan hukum tanpa pandang bulu. Ini harus diakui bukan perkara mudah mengingat pemberantasan korupsi merupakan medan laga yang membutuhkan keberanian, konsistensi, dan keteladanan.
Namun, kalau Prabowo sungguh-sungguh ingin peradaban Indonesia bisa bertahan ratusan tahun, perang ini harus dijalankan secara total. Dengan demikian, 500 lebih kepala daerah di seluruh Indonesia akan benar-benar serius menghadirkan pemerintah yang bersih dan adil.
Ingatlah, tindakan bisa 'berbicara' lebih keras daripada kata-kata. Ketika orang nomor satu di Republik ini sudah menunjukkan ketegasannya, yang lain di bawahnya akan mengikuti. Apalagi, Indonesia masih kental dengan budaya paternalistik. Apa yang dilakukan pemimpin akan ditiru, bukan hanya oleh para pejabat, melainkan juga oleh masyarakat luas.
Kita, rakyat Indonesia, menantikan acara Apkasi yang dihadiri Kepala Negara mampu menghadirkan sesuatu yang nyata bagi rakyat. Jangan jadikan itu sekadar ajang kumpul-kumpul kepala daerah tanpa aksi nyata. Buktikan bahwa pemerintah yang bersih dan adil, baik di pusat maupun daerah, nyata adanya, bukan ilusi semata.