Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Achmad Zulfikar Fazli • 19 February 2025 19:21
Jakarta: Fenomena Kabur Aja Dulu mesti diterima sebagai otokritik untuk mendasari perbaikan sejumlah kebijakan dalam proses pembangunan nasional. Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Fenomena 'Kabur Aja Dulu' dan Realitas Generasi Muda Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta.
"Berbagai sudut pandang masyarakat terkait fenomena Kabur Aja Dulu harus disikapi dengan langkah-langkah positif demi mewujudkan kebijakan yang lebih baik," kata Lestari di Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025.
Menurut Lestari, fenomena tersebut unik. Pasalnya, kata Rerie, sapaan akrab Lestari, fenomena itu bisa dilihat secara sosial atau merupakan wake up call bagi pemangku kepentingan bagaimana generasi muda menyikapi tatanan bernegara yang ada.
Dengan kata lain, ujar Rerie, fenomena Kabur Aja Dulu bisa didorong oleh sulitnya masyarakat mengakses lapangan pekerjan karena landscape pekerjaan yang sudah berubah.
Meski belum ada data konkret terkait penyebab peningkatan migrasi ke luar negeri, jelas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, kewaspadaan perlu dikedepankan dalam menyikapi dampak tagar Kabur Aja Dulu.
Di tengah merebaknya tagar Kabur Aja Dulu saat ini, dia masih percaya generasi muda Indonesia mampu menjadi garda terdepan untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur di masa depan.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia-Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha, mengungkapkan fenomena Kabur Aja Dulu disikapi pihaknya secara profesional.
Sejatinya, menurut Yudha, angka migrasi di dunia selalu meningkat dari rentang waktu 1970 (84 juta orang) hingga 2020 (280 juta). Yudha berpendapat kondisi migrasi yang terjadi saat ini merupakan fenomena global. Tinggal, bagaimana mengelola migrasi tersebut dengan baik.
Menurut Yudha, merupakan tanggung jawab negara bila ada warganya ingin bermigrasi ke luar negeri. Dia juga mengingatkan tagar Kabur Aja Dulu berpotensi dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menawarkan migrasi secara ilegal ke luar negeri.
Ketua Peminatan Pemberdayaan Perempuan Prodi S2 PSDM Sekolah Pascasarjana Univeritas Airlangga, Andriyanto, berpendapat dalam Asta Cita yang dicanangkan pemerintah sejatinya juga bertekad menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Dia mengakui pertumbuhan komposisi usia kerja (15-64 tahun) penduduk Indonesia dari 1970-2020 terus meningkat, yaitu dari 53,39 persen pada 1970 menjadi 70,72 persen pada 2020.
"Melihat tren itu fenomena Kabur Aja Dulu saat ini adalah sebuah keniscayaan. Jadi bukan semata kabur, tetapi lebih pada mencari kehidupan yang lebih baik," ujar Andriyanto.
Baca Juga:
Tren #KaburAjaDulu Cerminkan Keresahan Kawula Muda pada Masa Depan RI |