Indonesia memegang keketuaan ASEAN tahun ini. Foto: Medcom.id
Marcheilla Ariesta • 10 July 2023 11:29
Jakarta: Indonesia sudah melakukan 110 pendekatan baik in-person, virtual, atau melalui telepon dengan berbagai pemangku kepentingan di Myanmar. Langkah ini dilakukan Indonesia dalam kapasitas sebagai Ketua ASEAN 2023.
Lantas, cukupkah hanya melalui pendekatan saja?
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, dalam jumpa pers di Jakarta mengatakan, pendekatan itu dilakukan secara inklusif dan intensif. Dua prinsip tersebut sengaja diutamakan guna membangun kepercayaan, mendengarkan posisi masing-masing pihak, membangun jembatan untuk mempersempit perbedaan.
Kemudian mendorong de-eskalasi kekerasan, mendorong dialog inklusif, serta mengajak semua pihak untuk membantu dan mendukung pemberian bantuan kemanusiaan dengan prinsip "no-one left behind".
"Engagements bukan merupakan tujuan namun merupakan alat untuk mencapai tujuan yaitu dialog inklusif untuk mencapai perdamaian yang durable. Oleh karena itu engagements ini merupakan building block yang pertama," ucap Retno.
ASEAN selama ini berpegang pada keputusan Lima Poin Konsensus (5PC), yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN dalam KTT darurat di Jakarta pada April 2021 lalu. Pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing hadir dalam pertemuan itu, dan mengetahui mengenai 5PC tersebut.
Sudah lebih dari dua tahun kudeta di Myanmar, dan sudah selama itu pula 5PC disetujui. Namun, tidak ada perubahan sama sekali di Myanmar.
Bahkan, konflik antar pihak-pihak di Myanmar dengan militer masih terus terjadi. Warga sipil terus menjadi korbannnya.
Lantas, apakah 5PC ini dinyatakan gagal? Bisakah ASEAN di bawah kepemimpinan Indonesia tahun ini 'menggerakkan' pihak bertikai di Myanmar untuk mencapai perdamaian yang durable?
Apakah ada yang salah dengan 5PC? Ataukah junta sebenarnya tidak setuju dengan keputusan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini terus menggema ketika sudah tiga negara - yang menjadi ketua ASEAN sejak kudeta berlangsung - masih mengatakan, tidak ada perubahan dari Myanmar.
Mau sampai kapan konflik Myanmar 'didiamkan' terus? Ini yang jadi tanda tanya di kepala masyarakat ASEAN.
Pertanyaan ini sebenarnya dijawab Menlu Retno dalam jumpa persnya. Namun, terasa kurang memuaskan.
Retno mengatakan, pendekatan ini bukan tujuan saja, namun merupakan alat untuk mencapai tujuan dialog inklusif yang berakhir dengan perdamaian tahan lama.
"Oleh karena itu, engagement ini merupakan building block yang pertama," lanjut dia. Setelah ini, Myanmar akan didorong untuk melakukan dialog antarpihak yang menuju dialog inklusif nasional.
"Dialog menjadi satu-satunya jalan (menuju perdamaian)," imbuh Retno.
Ia juga menyerukan semua pihak luar harus mendorong dilakukannya dialog inklusif di Myanmar. "Dengan pesan utama agar mereka mendukung implementasi 5 poin konsensus (5PC)," serunya.
Namun bagaimana dorongan itu dilakukan agar implementasi 5PC dilaksanakan? Jawabannya masih mengawang.
Mulai 8 Juli kemarin, rangkaian ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Meeting (AMM/PMC) di Jakarta. Pertemuan ini tak hanya dihadiri para menteri luar negeri anggota ASEAN saja, namun juga negara mitra, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, hingga Rusia.
Dari pertemuan yang berlangsung hingga 14 Juli ini, akan dihasilkan 12 outcome documents.
"Negosiasi masih terus berjalan sampai saat ini, dan tentunya masih akan terus berlanjut sampai pertemuan berlangsung, termasuk Joint Communique para Menlu ASEAN yang akan merefleksikan berbagai perkembangan kerja sama ASEAN selama setahun, prioritas kerja sama ke depan, dan isu-isu kawasan serta global yang menjadi perhatian ASEAN," terangnya.
Pemimpin politis Myanmar tidak diundang dalam pertemuan kali ini. Mereka juga tidak mengirim wakil non-politis untuk hadir dalam pertemuan tersebut.
Semoga penyelesaian masalah Myanmar memiliki titik terang dalam pembahasan ini, sehingga Myanmar bisa segera mencapai perdamaian dan demokrasinya kembali.