Theresia Suryanti, warga desa Kringa, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka yang mengalami sesak nafas, batuk dan pilek akibat terdampak abu vulkanik Lewotobi Laki-laki. Dokumentasi/ Media Indonesia
Flores: Warga lima desa di wilayah kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Twnggara Timur yakni Desa Kringa, Hikong, Ojang, Timutawa dan Udekduen kini mulai mengalami gangguan kesehatan akibat terpapar abu vulkanis. Gangguan tersebut terjadi usai erupsi gunung Lewotobi Laki-laki.
Infeksi saluran pernapasan (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dikeluhkan selain diare dan gatal-gatal. Theresia Suryanti, 41, warga Desa Kringa mengaku mengalami sesak napas sesaat setelah terjadi hujan pasir dan kerikil pada 7 Juli.
Kala itu, kata Yanti, aroma belerang yang tajam membuatnya sulit bernafas. Selain itu, erupsi disertai angin kencang membuat abu vulkanis berterbangan kemana-mana sehingga semua warga sulit menghirup udara bersih.
"Selama ini kita hidup berdampingan dengan abu vulkanis baik di luar rumah maupun di kamar tidur, bahkan di ruang makan pun selalu dipenuhi abu vulkanis. Jadi memang sering mengalami sesak nafas, batuk dan pilek," kata Yanti di Sikka, Sabtu, 12 Juli 225.
Meski demikian, ia jarang berobat ke puskesmas dan memilih untuk membeli obat di apotik terdekat. Selain Yanti, warga lainnya dari Desa Timutawa mengeluh sakit perut dan mual selama empat hari pasca erupsi.
Lain lagi pengakuan Marcelina Siti Aminah, 45, mengungkapkan, dirinya merasakan sakit perut dua hari setelah erupsi. Kata Aminah air dan bahan makanan yang tercemar material vulkanis menjadi pemicunya.
"Dalam dua bulan terakhir terjadi dua kali erupsi besar yakni pada 17 Juni dan 7 Juli. Setiap hari kami mengkonsumsi air dan sayur-sayuran yang tercemar abu dan pasir. Meski telah dicuci berkali-kali sayuran tetap terlihat putih," ungkapnya.
Selain dirinya, Marcelina mengaku ada beberapa orang di kampungnya juga mengalami hal yang sama. "Banyak yang mengeluh sakit perut, sesak nafas, flu dan batuk. Tetapi apakah mereka sudah ke Puskesmas atau belum, saya kurang tahu," ungkap Marcelina.
Menurut catatan tim kesehatan Puskesmas Boganatar dengan cakupan wilayah kerja meliputi lima desa tersebut, ada 209 warga yang terserang ISPA, 14 warga yang terserang diare serta beberapa diantaranya mengalami gatal-gatal pada kulit.
Jumlah ini lebih besar dari sebelumnya, dimana pada Mei dan Juni hanya berkisar puluhan saja.
"Kami melakukan kegiatan puskesmas keliling selama bulan Juli dan Juni dan mendata banyak warga yang mengalami masalah kesehatan. Pemicunya adalah udara yang tidak bersih, air yang terkontaminasi dan bahan makanan yang tercampur abu," kata Pengelolah ISPA di Puskesmas Boganatar, Mariani Yuanita.