Pemerintah Dorong BBM Campur Etanol 10 Persen, Ini Tantangan dan Peluangnya

Pemerintah berencana meningkatkan kadar campuran etanol dalam bahan bakar bensin dari 3,5 persen menjadi 10 persen (E10) dalam tiga tahun ke depan sebagai upaya transisi energi hijau (Foto:Dok)

Pemerintah Dorong BBM Campur Etanol 10 Persen, Ini Tantangan dan Peluangnya

Rosa Anggreati • 22 October 2025 07:40

Jakarta: Pemerintah berencana meningkatkan kadar campuran etanol dalam bahan bakar bensin dari 3,5 persen menjadi 10 persen (E10) dalam tiga tahun ke depan. Langkah ini merupakan bagian dari strategi transisi energi hijau sekaligus upaya mengurangi impor bahan bakar fosil. Selain itu, program ini diharapkan membuka lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi daerah melalui pengembangan energi terbarukan.
 
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut, kebijakan mandatori E10 merupakan bagian dari upaya menuju kemandirian energi dan pengurangan emisi karbon.
 
Ke depan Indonesia akan kita dorong mandatori menjadi E10. Artinya kita wajibkan memakai etanol 10 persen,” kata Bahlil.
 
Namun, rencana ini memunculkan sejumlah pertanyaan di masyarakat terkait ketersediaan bahan baku, kesiapan mesin kendaraan, hingga potensi kenaikan harga BBM. Pemerintah pun memastikan kebijakan ini dirancang matang agar tidak menambah beban bagi publik.
 

 

Produksi dan Pasokan Etanol

 
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi menjelaskan, kebijakan pencampuran bahan bakar nabati sudah berjalan sejak 2008 dan diperkuat dengan Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2023.
 
“Kita sudah mulai trial market E5, dan sekarang akan ditingkatkan bertahap menuju E10. Saat ini ada 13 perusahaan yang bisa memproduksi bioetanol, namun baru tiga yang siap untuk kebutuhan bahan bakar,” ujar Eniya.



Produksi dari tiga perusahaan tersebut baru mencapai 63 ribu kiloliter per tahun. Untuk mendukung mandatori E10, kapasitas harus ditingkatkan hingga 400 ribu kiloliter. Pemerintah menargetkan pembangunan 18–20 pabrik bioetanol baru dalam tiga tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan nasional sekaligus menyerap tenaga kerja lokal.
 

Dukungan Industri Otomotif

 
Dukungan terhadap program E10 juga datang dari sektor industri. PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menegaskan komitmennya untuk mendukung penggunaan bahan bakar berbasis etanol. Wakil Presiden PT TMMIN, Bob Azam, menilai kebijakan ini bukan hanya langkah menuju energi hijau, tetapi juga peluang besar bagi kesejahteraan petani di Tanah Air.
 
“Kalau bensin itu tambang yang memproduksi, jadi yang kaya pemilik tambang. Tapi kalau etanol yang kaya siapa? Petani. Karena etanol bisa dibuat dari tebu, jagung, singkong, dan sorgum. Ini multiply effect-nya besar. Tapi tentu akan ada pihak yang tidak suka kalau program ini berkembang,” ujar Bob saat ditemui wartawan di Karawang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.



Menanggapi rencana penerapan E10 mulai tahun depan, Bob menekankan bahwa teknologi kendaraan seharusnya menyesuaikan diri dengan bahan bakar masa depan, bukan sebaliknya.
 
"Jadi jangan teknologinya yang menyesuaikan mobil tua di jalan. Kita harus berevolusi menghadirkan kendaraan yang adaptif terhadap future fuel,” katanya.
 
Bahkan negara tetangga seperti Thailand telah menuju penerapan etanol 20 persen. Sementara di negara-negara lain di Benua Amerika, angkanya sudah tembus 85-100 persen.
 
"Di luar negeri itu sekarang hampir semua negara sudah menerapkan E10, E20, bahkan Thailand juga sudah bergerak dari E10 ke E20, di Amerika Serikat juga sudah menerapkan di beberapa negara bagian sampai E85. Di Brazil sampai E100," kata Bob.
 

Aspek Teknis dan Sosialisasi

 
Dari sisi teknis, Pakar Bahan Bakar dan Pembakaran ITB, Tri Yuswi Jayanto, memastikan penggunaan etanol 10 persen tidak akan merusak mesin kendaraan.



“Kandungan energi etanol memang lebih rendah sekitar 3 persen, tapi perbedaannya tidak signifikan. Mesin keluaran setelah tahun 2006 umumnya sudah kompatibel dengan bensin bercampur etanol 10 persen,” ucap Tri.
 
Sementara itu, Sekretaris Dewan Energi Nasional Dadan Kusdiana memastikan kebijakan ini tidak akan membebani masyarakat karena diterapkan untuk bahan bakar non-subsidi.
 
"Kita pastikan masyarakat tidak akan menanggung beban tambahan. Program ini justru membuka peluang investasi, meningkatkan ketahanan energi, dan memperkuat ekonomi daerah,” ujar Dadan.
   

Ketahanan Pangan tetap Aman

 
Pemerintah juga menegaskan, bahan baku bioetanol tidak akan mengganggu ketahanan pangan.
 
“Kita menggunakan bahan non-pangan seperti molases tebu, singkong pahit, dan tongkol jagung. Jadi tidak akan memicu deforestasi atau bersaing dengan pangan,” kata Eniya.
 
Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono menilai program etanol merupakan proyek nasional yang perlu dikawal dengan komunikasi publik yang baik.
 
“Jangan sampai informasi bias beredar di media sosial. Pemerintah perlu menjelaskan manfaat dan dampaknya secara terbuka,” ujarnya.
 
Ia juga meminta pemerintah memastikan pasokan bahan baku dalam negeri agar kebijakan E10 tidak menimbulkan ketergantungan baru pada impor etanol. “Kami ingin ada jaminan kemandirian pasokan dan harga yang tetap terjangkau bagi masyarakat,” katanya.
 
Dengan kesiapan regulasi, dukungan industri, dan teknologi yang semakin adaptif, program mandatori BBM campur etanol (E10) diharapkan mampu menjadi tonggak penting transisi energi bersih sekaligus menyejahterakan petani di Indonesia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Rosa Anggreati)