Terpidana kasus korupsi di IUP PT Timah Harvey Moeis/MI/Susan
Whisnu Mardiansyah • 7 January 2025 20:15
Kendari: Kasus di sektor timah semakin menghebohkan setelah laporan hasil perhitungan yang dilakukan salah satu dosen IPB Bambang Hero Saharjo mengungkapkan negara diduga mengalami kerugian hingga mencapai Rp300 triliun. Namun, perhitungan yang digunakan untuk menyebutkan angka fantastis ini menuai kritik tajam dari sejumlah ahli karena metode yang digunakan tidak transparan dan tidak akurat.
Ketua Badan Ekesekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan (BEM FHIL) Universitas Halu Oleo Ilham Wijaya mengkritik angka kerugian sebesar Rp300 triliun ini. Ia menilai perhitungan kerugian tersebut terlalu simplistik dan tidak cukup mendalam. Salah satu masalah utama yang diangkat adalah kurang detailnya dalam cara menghitung hilangnya timah dalam jumlah sebesar itu.
"Angka Rp300 triliun ini terasa sangat mengada-ada tanpa adanya data yang jelas dan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan, di awal APH merilis bahwa total kerugian negara di angka Rp271 Triliun namun dalam hitungan Bambang Hero Saharjo menunjukan angka Rp300 Triliun. Kami mendesak BPK untuk menghitung ulang kerugian masalah ini dan mendesak Komisi III DPR RI memerintahkannya agar perhitungannya kredibel dan akurat," katanya.
"Tanpa adanya audit yang jelas dan penelusuran ke setiap lapisan distribusi timah, kita tidak bisa begitu saja menerima angka yang begitu besar. Ini hanya akan mengarah pada ketidakpercayaan publik terhadap penegakan hukum," imbuhnya.
Selain itu, ada dugaan bahwa perhitungan tersebut tidak memperhitungkan faktor-faktor lain yang mungkin juga berkontribusi pada kerugian, seperti fluktuasi harga timah di pasar global atau kebijakan yang tidak efisien. Banyak pihak yang juga mendesak agar pemerintah melakukan audit forensik terhadap setiap tahapan rantai pasokan timah, mulai dari eksplorasi hingga distribusinya, untuk mengidentifikasi akar masalahnya dengan lebih jelas.
“Inikan sudah jelas kesalahan, maka kami minta kepada Komisi 3 untuk memerintahkan BPK menghitung ulang. kalau tidak berarti hal tersebut disengaja dan ini adalah kejahatan dibidang intelektual harus ada pertanggungjawaban hukumnya,” tambahnya.
Bambang Hero diminta agar mengoreksi pernyataan yang disampaikannya pada publik dan memastikan bahwa setiap data yang disajikan kepada publik didasarkan pada metodologi yang akurat, kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan. Tanpa langkah tersebut, kasus ini hanya akan berpotensi memperburuk persepsi negatif masyarakat terhadap penegakan supremasi hukum.