Bendera Jepang. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 17 November 2025 16:01
Tokyo: Saham perusahaan pariwisata dan ritel Jepang merosot tajam pada Senin, 17 November 2025 setelah Tiongkok mengeluarkan imbauan bagi warganya untuk tidak bepergian ke Jepang, menyusul ketegangan diplomatik terkait komentar Perdana Menteri Sanae Takaichi mengenai Taiwan.
Nilai saham Shiseido anjlok hingga 11,4 persen, sementara Takashimaya turun 6 persen. Pan Pacific International Holdings, pengelola jaringan ritel diskon Don Quijote yang populer di kalangan turis jatuh sebanyak 8,4 persen. Fast Retailing, pemilik Uniqlo yang memiliki eksposur besar di pasar Tiongkok, juga melemah hampir 6 persen.
Isetan Mitsukoshi, peritel yang mengandalkan penjualan signifikan dari wisatawan Tiongkok, mencatat penurunan 11,4 persen, menjadi yang terbesar dalam lebih dari satu tahun. Operator Tokyo Disneyland, Oriental Land, turun 5,1 persen, sedangkan perusahaan di balik merek Muji, Ryohin Keikaku, merosot 9,4 persen. Japan Airlines ikut melemah 3,9 persen. Adapun indeks acuan Nikkei turun 0,7 persen.
Mengutip dari Channel News Asia, Senin, 17 November 2025, Tiongkok merupakan pemasok wisatawan terbesar bagi Jepang. Dengan lemahnya yen, sektor pariwisata menjadi pilar penting bagi perekonomian Jepang.
Data Organisasi Pariwisata Nasional Jepang mencatat bahwa pada September, wisatawan dari Tiongkok daratan menyumbang sekitar 24 persen dari total kedatangan, tertinggi kedua setelah Korea Selatan.
Ketegangan Diplomatik usai Pernyataan Takaichi
Sebelum menjabat bulan lalu, Takaichi dikenal sebagai kritikus keras
Tiongkok dan kebijakan militernya di kawasan Asia-Pasifik. Komentarnya pada 7 November dipandang luas sebagai isyarat bahwa serangan terhadap Taiwan yang berjarak sekitar 100 km dari pulau terdekat Jepang dapat mendorong Tokyo memberikan dukungan militer.
Jika keadaan darurat di Taiwan melibatkan “kapal perang dan penggunaan kekuatan, maka itu dapat menjadi situasi yang mengancam kelangsungan hidup (Jepang), apa pun definisinya,” ujar Takaichi dalam sidang parlemen. Jepang hanya dapat melakukan tindakan militer dalam kondisi tertentu, termasuk jika menghadapi ancaman eksistensial.
Pernyataan tersebut muncul beberapa hari setelah Takaichi bertemu Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam pertemuan pertama yang digambarkan bersuasana ramah di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan. Takaichi yang pernah mengunjungi Taiwan dan menyerukan kerja sama yang lebih erat juga bertemu secara terpisah dengan perwakilan Taipei dalam forum tersebut.
Ketegangan meningkat setelah Tiongkok dan Jepang saling memanggil duta besar masing-masing. Beijing kemudian mengeluarkan imbauan perjalanan bagi warga Tiongkok agar menghindari kunjungan ke Jepang. Dalam unggahan di X yang kini telah dihapus, Konsul Jenderal Tiongkok di Osaka, Xue Jian, menuliskan ancaman untuk “memotong leher kotor itu,” yang tampak diarahkan kepada Takaichi.
Beijing menegaskan kembali klaimnya atas Taiwan yang pernah berada di bawah pendudukan Jepang hingga 1945 dan tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan untuk mengambil alih pulau tersebut. Meski Tiongkok dan Jepang merupakan mitra dagang utama, ketidakpercayaan historis serta persaingan teritorial dan militer kerap menguji hubungan kedua negara.
Media Jepang melaporkan bahwa pejabat tertinggi Kementerian Luar Negeri Jepang untuk urusan Asia-Pasifik berangkat ke Tiongkok pada Senin. Masaaki Kanai, Direktur Jenderal Biro Urusan Asia dan Oseania, dijadwalkan bertemu dengan mitranya dari Tiongkok, Liu Jinsong.
Kanai diperkirakan menegaskan bahwa komentar Takaichi tidak mengubah posisi tradisional Jepang, serta menyampaikan protes atas unggahan diplomat Tiongkok tersebut.
Baca juga:
Jepang Minta Tiongkok Tarik Imbauan Perjalanan di Tengah Ketegangan Diplomatik