Presiden Diminta Panggil Dedi Mulyadi Soal Pengiriman Pelajar ke Barak Militer

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Foto: MI/Reza Sunarya.

Presiden Diminta Panggil Dedi Mulyadi Soal Pengiriman Pelajar ke Barak Militer

Tri Subarkah • 3 May 2025 22:35

Jakarta: Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (PKTA) meminta Presiden Prabowo Subianto memanggil Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait kebijakan mengirim siswa ke barak militer. Praktik mengirimkan pelajar ke barak TNI dinilai bermasalah karena melanggar hak-hak anak.

Program Manager Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Adhigama Budiman yang tergabung dalam Aliansi PKTA juga menilai praktik tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar perlindungan anak dalam hukum nasional dan internasional. 

"Kami menyerukan Presiden untuk memanggil Gubernur Jawa Barat untuk Mencabut Surat Edaran Gubernur Jawa Barat terkait pendidikan militer untuk anak," kata Adhigama lewat keterangan tertulis, Sabtu, 3 Mei 2025.

Dedi diminta untuk menghentikan segala bentuk praktik pendisiplinan anak yang keras dan tidak sesuai prinsip-prinsip perlindungan anak. Sekaligus, mengembalikan siswa yang telah dikirim ke barak TNI kepada keluarga dan lingkungan anak.

Pasalnya, anak yang sebenarnya masih dalam tahap perkembangan psikososial seharusnya menerima perlindungan khusus seperti layanan rehabilitasi psikologis, bukan perlakuan yang memperburuk kondisi mentalnya. Bagi Aliansi PKTA, pendekatan militeristik bertentangan dengan semangat Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia.
 

Baca juga: Dedi Mulyadi Tengok 39 Siswa Nakal di Barak Militer: Mereka Gembira

Pihaknya menjelaskan, perbuatan menyimpang yang dilakukan oleh anak tidak serta merta merupakan keputusan yang diambil sendiri, tapi dipengaruhi banyak faktor, termasuk keluarga, pendidikan, lingkungan, dan teman sebaya. Badan PBB yang mengurusi anak, UNICEF, juga menilai pendisiplinan anak lewat metode kekerasan justru cenderung memberi dampak buruk bagi anak.

"Sekalipun tidak ada intensi langsung untuk menyakiti anak, namun penggunaan kekerasan untuk mengontrol atau mengoreksi tingkah laku anak akan menimbulkan konsekuensi negatif jangka panjang," terang Adhigama.

Alinasi PKTA, lanjutnya, mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk menegakkan perlindungan dan pemenuhan hak anak. Selain itu, Aliansi juga mendorong lahirnya program yang solutif dalam membimbing perilaku anak sesuai prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

"Presiden harus mencegah dibentuknya peraturan dan kebijakan yang melanggar hak-hak dan prinsip perlindungan anak," kata Adhigama.

Selain ICJR, koalisi masyarakat sipil lain yang tergabung dalam Aliansi PKTA antara lain  Aliansi Remaja Independen (ARI), ChildFund International di Indonesia, Ecpat Indonesia; Fatayat Nahdatul Ulama, Gugah Nurani Indonesia, ICT Watch, MPS PP Muhammadiyah, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Plan International Indonesia, dan Wahana Visi Indonesia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)