Ketum PSI Kaesang Pangarep. Foto: Medcom.id/Triawati
Media Indonesia • 28 September 2023 17:27
Jakarta: Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dinilai mengabaikan proses kaderisasi dengan menetapkan Kaesang Pangarep, sebagai ketua umum setelah dua hari resmi menjadi kader partai. Fenomena pengangkatan putra bungsu Presiden Joko Widodo itu dikhawatirkan hanya menjadi alat bagi segilitir orang tanpa menerapkan demokrasi internal partai politik.
Peneliti senior Pusat Riset Politik (PRP) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, mengatakan kaderisasi merupakan proses panjang. Layaknya sekolah, kaderisasi dilakukan partai terhadap para kadernya dengan berbagai macam materi yang harus diajarkan.
"Tapi proses itu semua diabaikan sehingga memang terlihat bahwa itu tidak dianggap penting oleh PSI. Ketua umum itu bisa saja orang yang asing dari partainya," kata Firman kepada Media Indonesia, Kamis, 28 September 2023.
Ia menilai, fenomena Kaesang menegaskan adanya lobi para elite dengan orientasi kepentingan. Salah satunya selamat dalam kontestasi pemilu dan bahkan mampu berkuasa.
"Cara itu dinilai jauh dari prinsip demokrasi," ungkap dia.
Menurut dia, prinsip demokrasi dalam partai politik tidak selalu harus berkuasa. Tapi memperimbangkan aspirasi yang betul-betul diuji dari bawah.
Jika hanya dijadikan alat segelintir orang, Firman mengatakan partai politik sangat berpeluang jatuh dalam model yang oligarki.
"Yang terpenting adalah komitmen untuk membangun pemahaman mengenai hakikat demokrasi, tidak hanya menjadikan partai politik untuk kepentingan praktis, pragmatisme," ujar dia.
Lebih lanjut, ia menerangkan praktik kaderisasi yang baik telah diterapkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Menurut Firman, PKS menerapkan kaderisasi yang ketat lewat jenjang yang selektif dan bertahap.
"Untuk menjadi Presiden PKS, kader harus melewati beberapa jenjang," ujar dia. (Tri Subarkah).