Ketahanan Pangan Tiongkok Terancam di Tengah El Nino dan Maraknya Korupsi

Seorang petani melihat sawah yang terendam banjir di Langfang, Hebei, Tiongkok, 2 Agustus 2023. (AP/Andy Wong)

Ketahanan Pangan Tiongkok Terancam di Tengah El Nino dan Maraknya Korupsi

Willy Haryono • 13 August 2023 11:45

Beijing: Seminggu setelah Tiongkok memecat dua jenderal yang mengawasi persenjataan nuklir dan rudal di bawah gerakan anti-korupsi, Beijing mengumumkan hadiah uang tunai hingga USD21.000 bagi mereka yang akan mengungkap penipuan di sektor biji-bijian.

Sektor biji-bijian sangat "korup" dan juga merupakan "sektor yang paling ditindas" di Tiongkok, menurut Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin.

Pada April 2023, tiga otoritas kelompok biji-bijian yang didukung negara di provinsi Anhui diduga mengambil lebih dari 10 juta yuan sebagai suap, dan tindakan mereka menyebabkan penggelapan 230 juta yuan yang dimaksudkan untuk perdagangan makanan, menurut laporan South China Morning Post, belum lama ini.

Sejak 2021, puluhan pejabat di tingkat negara bagian dan provinsi telah ditangkap di bawah tindakan keras nasional terhadap sektor biji-bijian, kata SCMP tanpa mengungkapkan seberapa dalam korupsi di sektor biji-bijian.

Tetapi mengingat kondisi ketahanan pangan genting karena semakin banyak peristiwa iklim ekstrem yang merusak produktivitas pertanian di negara itu, Tiongkok khawatir mengenai cara memastikan bagaimana 1,41 warga bisa makan dua kali secara teratur pada setiap harinya. Dua topan berturut-turut, Topan Doksuri dan Topan Khanun, telah merusak hasil panen di banyak tempat.

Menurut Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Tiongkok, lebih dari 4 juta hektar lahan pertanian telah terkena bencana alam tahun ini, naik sekitar 1,3 juta acre sejak tahun lalu. Malapetaka yang disebabkan Topan Doksuri telah membanjiri provinsi penghasil biji-bijian terbesar di Tiongkok, Heilongjiang. Terjangan topan terjadi hanya beberapa minggu setelah hujan deras mengguyur Tiongkok, berdampak pada tanaman gandum di bagian tengah negara.

Sekitar 30 juta metrik ton gandum telah rusak di provinsi Henan, Anhui, Shanxi, dan Shandong karena curah hujan tinggi sepanjang Mei. Dari total ini, provinsi Henan, yang dikenal sebagai ladang biji-bijian Tiongkok, kehilangan lebih dari 20 juta metrik ton gandum.

Ancaman El Nino

Baru-baru ini, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) mengumumkan bahwa efek El Nino dapat bertahan selama delapan hingga 10 bulan dan kemungkinan akan secara bertahap menguat hingga musim dingin di Belahan Bumi Utara hingga tahun depan. Karena kondisi cuaca ekstrem, seperdua belas dari total hasil beras Tiongkok menurun selama dua dekade terakhir, kata jurnal akademik peer-review bulanan 'Nature Food' dalam studinya baru-baru ini.

Ini terjadi bahkan ketika lahan pertanian di Tiongkok menyusut, karena urbanisasi yang cepat telah mencemari sebagian besar tanah di negara Asia Timur itu, dan sejumlah pemerintah daerah telah "menjual tanah pedesaan kepada pengembang," kata The Washington Post. Menurut surat kabar harian AS itu, distribusi air antara Tiongkok utara dan selatan tidak merata, membuat beberapa daerah penghasil tanaman pangan rentan terhadap kekeringan dan banjir.

Perang yang sedang berlangsung di Ukraina telah mengancam akses Tiongkok ke gandum dan pupuk. Sementara perang dagang dengan AS mempersulit Beijing untuk membeli kedelai dan bahan makanan lainnya dengan harga murah. Pada 2022, Tiongkok adalah importir gandum terbesar di dunia, membawa sekitar 12 juta ton gandum, kata Departemen Pertanian AS.

Total impor beras, dari Januari hingga Agustus 2022, mencapai 4,56 juta ton, naik 42,5% year-on-year (yoy), kata Administrasi Umum Kepabeanan (GAC) Tiongkok. Beijing juga mengimpor 20,63 juta ton jagung pada tahun 2022, menurut Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Tiongkok.

Dengan ekonomi Tiongkok yang tidak sehat karena perdagangan turun sekitar 6 persen dan ekspor merosot 8,3 persen menjadi USD280 miliar pada Juni, sementara aktivitas manufaktur turun menjadi 49,2 pada Juli dari 50,5 di bulan Juni, pengangguran di kalangan kaum muda sebesar 20,8% melewati semua rekor sebelumnya, kabar buruk di bidang pertanian telah menimbulkan keputusasaan di kalangan otoritas Tiongkok.

Ketahanan pangan

Tiongkok khawatir mengenai cara memastikan 1,4 miliar warganya dapat tetap makan. Kerusakan hasil panen akibat cuaca ekstrem menguras anggaran pemerintah untuk mengimpor beras, gandum, jagung, dan kedelai. Antara tahun 2000 dan 2020, rasio swasembada pangan Tiongkok menurun dari 93,6 persen menjadi 65,8 persen.

Pada 2021, rasio ketergantungan impor minyak nabati negara itu mencapai hampir 70 persen, hampir setinggi ketergantungan impor minyak mentahnya, kata think tank Amerika, Council on Foreign Relation (CFR). Para ahli mengatakan dampak dari kondisi cuaca ekstrem dan terus berkurangnya lahan subur akan menyebabkan Tiongkok mengimpor lebih banyak makanan di tahun-tahun mendatang.

Antara 2013 dan 2019, menurut SCMP, Tiongkok kehilangan lebih dari 5 persen lahan subur karena urbanisasi, penggunaan pupuk yang berlebihan, dan pengabaian lahan. Perubahan kebiasaan pangan dan pola konsumsi juga menjadi penyebab meningkatnya impor pangan.

Menurut Kementerian Pertanian dan Urusan Pedesaan Tiongkok, 1,4 miliar penduduk negara itu setiap hari mengonsumsi 700.000 ton biji-bijian, 98.000 ton minyak nabati, 1,92 juta ton sayuran, dan 230.000 ton daging. Bersama dengan kebiasaan konsumsi yang besar, kondisi cuaca ekstrem telah meningkatkan kekhawatiran para pemimpin Tiongkok mengenai ketahanan pangan.

Mereka tidak ingin krisis menimpa negara mereka seperti yang terlihat pada 1959-1961, ketika 30 juta orang meninggal akibat kelaparan. Sejarah Tiongkok penuh dengan insiden ketika kelaparan telah membuat para penguasa tidak stabil.

Dari dinasti Shang (abad ke-16 -11 SM) hingga dinasti Ming (1368-1644) dan dinasti Qing (1636-1912) -- semuanya runtuh di bawah beban kelaparan yang mematikan. Mengingat sejarah tersebut, Partai Komunis Tiongkok tidak ingin melakukan apa pun yang dapat menyebabkan ketidakstabilan politik.

Ketahanan pangan merupakan prasyarat di Tiongkok dan Presiden Xi Jinping dalam hal ini menyerukan kemandirian pangan. Ia mengaitkan kemandirian pangan dengan keamanan nasional dengan mengatakan bahwa "warga Tiongkok harus memegang mangkuk nasi mereka dengan kuat di tangan mereka sendiri.”

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)