Volkswagen. Foto: Unsplash.
Beijing: Grup multinasional mulai dari Volkswagen hingga AB InBev dan L'Oréal telah memberikan peringatan mengenai permintaan di Tiongkok, dengan dampak dari perlambatan ekonomi yang diperburuk dengan menurunnya minat terhadap merek asing dan meningkatnya persaingan dalam negeri.
Hasil laporan minggu ini raksasa periklanan yang terdaftar di London, WPP, menyebutkan penurunan penjualan di Tiongkok hampir seperempat dalam tiga bulan terakhir, prospek yang buruk di negara tersebut dan tanda-tanda kehati-hatian konsumen.
"Masyarakat memperkirakan Tiongkok akan mengambil tindakan yang lebih tajam setelah menghadapi covid dibandingkan sebelumnya,” kata Kepala Eksekutif WPP, Mark Read, dilansir
Channel News Asia, Kamis, 15 Agustus 2024.
Lemahnya permintaan di Tiongkok telah menjadi ciri pendapatan setengah tahun di sebagian besar sektor barang konsumsi global.
L'Oréal, yang menjual produk-produk mewah dan kecantikan untuk pasar massal di Tiongkok, memperkirakan pertumbuhan penjualan di negara tersebut turun sekitar 2-3 persen pada paruh pertama tahun ini.
Sementara Porsche milik VW mengatakan penjualan di Tiongkok pada enam bulan terakhir tahun ini meningkat. Industri real estat Tiongkok yang banyak berutang telah mengalami perlambatan berkepanjangan sejak akhir 2021, dengan harga rumah yang anjlok lebih cepat dalam beberapa bulan terakhir.
Meskipun pengendalian covid-19 telah dilonggarkan pada akhir 2022, lemahnya pasar properti telah melemahkan kepercayaan, serta permintaan terhadap barang-barang konsumsi.
Ketidakpastian belanja konsumen
Analis Fitch Ratings menunjuk pada data yang menunjukkan pada paruh pertama tahun ini pertumbuhan sektor katering Tiongkok melambat hingga di bawah delapan persen untuk pertama kalinya sejak 2010, tidak termasuk periode covid.
"Ketidakpastian seputar prospek pendapatan yang dapat dibelanjakan, ditambah dengan semakin menyusutnya kekayaan rumah tangga akibat jatuhnya harga rumah, telah menyebabkan pengurangan pengeluaran yang tidak penting atau pergeseran ke arah produk bernilai uang," kata analis Fitch, seraya menambahkan tren ini tidak hanya mencakup kuliner, namun juga termasuk pakaian, kosmetik, dan perhiasan.
CEO L'Oréal Nicolas Hieronimus menjelaskan satu-satunya negara di dunia yang kepercayaan konsumennya masih sangat rendah adalah Tiongkok.
"Pasar kerja tidak sehat dan banyak warga Tiongkok yang menaruh tabungan mereka di bidang real estat, yang telah kehilangan banyak nilainya," tegas dia.
Meskipun Tiongkok masih menjadi pasar yang berkembang bagi banyak perusahaan multinasional, di beberapa sektor seperti mobil, mereka menghadapi ancaman besar dari pesaing dalam negeri.
Menurut konsultan Shanghai Automobility di tengah peralihan pesat ke kendaraan listrik, merek luar negeri menyumbang 38 persen dari penjualan kendaraan penumpang di Tiongkok pada paruh pertama tahun ini, turun dari 64 persen pada 2020.
Produsen mobil Jerman khususnya terdampak oleh melambatnya penjualan di Tiongkok, pasar terpenting mereka. Kepala eksekutif Porsche dan VW Oliver Blume mengatakan masih belum jelas apakah permintaan mobil sport listrik seperti Porsche Taycan akan meningkat.
"Saat ini, kami tidak tahu," kata dia.
Mercedes-Benz, yang dalam beberapa tahun terakhir mengalihkan fokusnya ke model yang lebih mahal, menjual sembilan persen lebih sedikit mobil di Tiongkok pada paruh pertama tahun ini, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Mantan pimpinan Chrysler di Tiongkok dan pendiri Automobility, BIll Russo mengatakan produsen mobil asing, kecuali Tesla secara kolektif gagal melakukan perubahan ketika dihadapkan dengan perubahan preferensi konsumen Tiongkok terhadap kendaraan listrik.
CEO Yum China, Joey Watt lebih optimis setelah operator Pizza Hut dan KFC di Tiongkok melaporkan hasil semester pertama yang lebih baik dari perkiraan, dengan laba bersih meningkat delapan persen menjadi USD212 juta.
Sektor minuman Anheuser-Busch InBev menyalahkan penurunan penjualan di Tiongkok sebesar 15 persen pada kuartal kedua akibat lemahnya permintaan konsumen dan cuaca buruk di beberapa wilayah negara tersebut.
Kepala Eksekutif Anheuser-Busch InBev Michel Doukeris mengatakan meskipun belanja konsumen melemah, tren minum alkohol dalam jumlah lebih sedikit namun lebih mahal terus berlanjut di Tiongkok.
"Saya pikir fundamental jangka panjang masih ada," kata dia.
Pesaing kuat domestik
Para eksekutif dan analis juga memperingatkan tentang ancaman jangka panjang dari semakin banyaknya merek Tiongkok yang sangat kompetitif.
Direktur Pelaksana China Market Research Group yang berbasis di Shanghai Shaun Rein mengatakan meskipun ada titik terang, banyak merek asing menghadapi pesaing kuat dalam negeri.
"Banyak merek barat yang kalah bersaing dengan merek Tiongkok," ujar dia.