Ilustrasi Garuda Indonesia. Foto: Airbus
Annisa Ayu Artanti • 1 April 2024 15:53
Jakarta: PT Garuda Indonesia (Persero) mencatat pertumbuhan pendapatan usaha konsolidasi di tahun kinerja 2023, yang tumbuh sekitar 40 persen atau sebesar USD2,94 miliar dibandingkan dengan pendapatan usaha di tahun sebelumnya yaitu USD2,1 miliar.
Pendapatan usaha tersebut didorong dari pendapatan penerbangan berjadwal yang naik 41 persen secara tahunan (yoy) menjadi USD2,37 miliar dari sebelumnya USD1,68 miliar. Sementara, penerbangan berjadwal penumpang tercatat tumbuh 52 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD2,21 miliar.
Sedangkan untuk pendapatan penerbangan tidak berjadwal, maskapai pelat merah itu mencatat pertumbuhan hingga 65 persen atau sebesar USD288,03 juta dari tahun sebelumnya yaitu USD174,81 juta.
Pendapatan penerbangan haji di tahun 2023 menyumbang kenaikan signifikan hingga 145 persen menjadi USD235,17 juta dibandingkan tahun sebelumnya yaitu USD92,48 juta.
Kemudian, pendapatan lain-lain turut naik 15 persen dari kinerja 2022 menjadi USD270,58 juta.
Dari perolehan pendapatan tersebut, emiten berkode GIAA itu membukukan laba tahun berjalan sebesar USD251,99 juta.
“Implementasi aksi strategis korporasi dalam upaya percepatan pemulihan kinerja pascarestrukturisasi dibarengi dengan geliat pergerakan penumpang yang terus tumbuh, diharapkan dapat semakin memperkokoh landasan entitas bisnis Garuda Indonesia secara grup untuk fokus dalam mengoptimalkan pendapatan usaha serta upaya pembukuan laba kinerja perusahaan secara berkelanjutan," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam keterangan tertulis, Senin, 1 April 2024.
Sepanjang 2023, lanjut Irfan, Garuda Indonesia Group berhasil mencatatkan kinerja operasional melalui pertumbuhan jumlah angkutan penumpang hingga 34 persen yakni mencapai 19.970.024 penumpang dibandingkan pada periode sebelumnya 14.848.195 penumpang.
"Dalam capaian tersebut, Garuda Indonesia berhasil mengangkut penumpang sebanyak 8.291.094 dan Citilink sebanyak 11.678.930 penumpang,” sebut Irfan.
Sejalan dengan perampungan restrukturisasi yang telah dilaksanakan Perusahaan di akhir tahun 2022 lalu pasca situasi pandemi dimana terdapat penurunan nilat asset, Garuda Indonesia juga mencatatkan pendapatan lain-lain bersih sebesar USD344,79 juta yang dikontribusikan salah satunya dari penerapan pembalikan penurunan nilai aset non-keuangan (reversal impairment asset) dengan nilai sebesar USD198 juta.
Menurutnya, penerapan perlakuan akuntasi tersebut tentunya telah dilaksanakan secara penuh kehati-hatian dan prudent dengan melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) serta melalui prosedur audit dari kantor akuntan publik yang ditunjuk perusahaan.
Selain penerapan pembalikan penurunan nilai aset non-keuangan, dalam hal pembukuan laba buku juga turut mencatat keuntungan atas penarikan kembali obligasi senilai USD63,88 juta yang dilaksanakan pada Desember 2023 lalu melalui pembelian kembali sebagian Obligasi Baru 2022 di mana selisih nilai tercatat dan jumlah yang dibayarkan dibukukan sebagai keuntungan pembelian kembali obligasi.
“Aksi korporasi pembelian kembali sebagian obligasi tersebut menjadi salah satu proses pemenuhan kewajiban restrukturisasi, di mana dalam hal ini para pemegang Surat Utang dan Sukuk mayoritas merupakan para kreditur Garuda yang mengikuti tahapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)," jelas dia.
Restrukturisasi utang berbuah hasil
Lebih lanjut, dia menjelaskan, langkah restrukturisasi utang Garuda Indonesia yang dimulai sejak akhir tahun 2021 lalu tercatat mampu membawa perusahaan untuk bangkit kembali setelah menerima persetujuan dari kreditur yang tertuang dalam perjanjian homologasi pada tahun 2022 lalu atas penurunan nilai utang hingga 50 persen yakni dari nilai utang yang sebelumnya USD10,9 miliar menjadi USD4,79 miliar.
“Kami tentunya berharap upaya pembayaran utang secara bertahap sesuai Perjanjian Perdamaian yang telah disepakati serta langkah akselerasi kinerja Perusahaan yang dioptimalkan ini mampu mewujudkan fokus Garuda Indonesia sebagai bisnis yang sehat, meskipun tidak dapat dipungkiri proses pemulihan yang sedang berlangsung ini membutuhkan waktu tidak sebentar di tengah adanya berbagai tantangan di masa mendatang yang perlu dihadapi secara strategis,” jelas Irfan.