Nawaf Salam terpilih sebagai Perdana Menteri Lebanon. Foto: Risingbd
Beirut: Bertahun-tahun setelah namanya diusulkan oleh oposisi Lebanon untuk menjadi Perdana Menteri, Nawaf Salam akhirnya ditugaskan pada Senin untuk membentuk pemerintahan baru di bawah masa jabatan pertama Presiden Joseph Aoun yang baru terpilih.
Salam, yang saat ini menjabat sebagai Hakim Kepala Mahkamah Internasional (ICJ), dicalonkan oleh mayoritas anggota parlemen selama konsultasi dengan Aoun. Salam lahir di Beirut pada 15 Desember 1953. Ia terpilih sebagai kepala ICJ pada Februari 2024.
Pencalonannya sebagai perdana menteri pertama kali dilontarkan oleh oposisi setelah protes antipemerintah pada Oktober 2019, setelah pengunduran diri Saad Hariri sebagai perdana menteri.
Oposisi saat itu telah mengusulkannya sebagai tokoh teknokrat-netral yang tidak berafiliasi dengan kelas politik saat ini. Pencalonannya "diveto" oleh duo Hizbullah dan sekutunya gerakan Amal, yang dipimpin oleh Ketua DPR Nabih Berri.
Mereka menganggapnya sebagai "kandidat Amerika Serikat" dan secara efektif menggagalkan pencalonannya. Hassan Diab diangkat sebagai perdana menteri sebagai gantinya.
Duo tersebut pada Senin menahan diri untuk tidak mencalonkan kandidat mana pun untuk posisi perdana menteri.
Pemerintahan Diab mengundurkan diri setelah ledakan Pelabuhan Beirut pada 4 Agustus 2020. Salam kembali diusulkan sebagai perdana menteri, tetapi kesepakatan antara mayoritas blok politik menyebabkan penunjukan Mustafa Adib dengan 90 suara.
Adib akan mengundurkan diri beberapa hari kemudian karena perbedaan pendapat mengenai pembentukan pemerintahan. Selama waktu itu, Salam tidak memihak politik, tetapi menyatakan penghargaannya kepada anggota parlemen yang telah mengusulkan pencalonannya.
Seruan untuk reformasi
Salam menekankan perlunya "menyelamatkan Lebanon dari kesulitannya, yang menuntut perubahan dalam cara menangani krisis dan bagaimana pekerjaan harus dilakukan. Ini dimulai dengan pelaksanaan reformasi keuangan dan politik, yang harus difokuskan pada penanggulangan mentalitas klientelisme dan kuota.”
Ia juga menggarisbawahi pentingnya membangun peradilan yang independen dan “memperkuat lembaga negara dari sektarianisme dan favoritisme.”
“Reformasi tidak akan berarti apa-apa jika tidak didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, keadilan sosial, dan perlindungan hak asasi manusia serta kebebasan publik dan pribadi,” ucap Salam, seperti dikutip Anadolu, Selasa 14 Januari 2025.
Lebih lanjut Salam bersumpah akan selalu bekerja bersama tokoh-tokoh yang “berkomitmen untuk melakukan perubahan guna mereformasi negara dan memungkinkannya untuk memaksakan kedaulatannya di seluruh wilayahnya serta memulihkan posisi Lebanon di dunia Arab dan kepercayaan dunia kepadanya.”
Salam dan ICJ
Penunjukan Salam sebagai kepala ICJ telah membuat Israel khawatir. Ia telah mengambil sikap yang jelas terhadap Israel dan secara terbuka mendukung perjuangan Palestina.
Jerusalem Post milik Israel mengatakan ia memiliki “sejarah panjang dalam menentang Israel melalui pernyataan dan sikapnya.” Hal itu mengingatkan kita pada sebuah cuitan yang ditujukan kepada Israel pada tahun 2015, di mana ia berkata: “Selamat ulang tahun untukmu, 48 tahun pendudukan.”
Salam adalah anggota keluarga terkemuka dari Beirut. Kakeknya “Abou Ali” Salim Ali Salam (1868-1938) adalah seorang tokoh terkemuka di ibu kota tersebut. Ia adalah anggota parlemen Ottoman dan kepala kotamadya pada tahun 1908.
Ayah Nawaf, Abdullah Salam, adalah seorang pengusaha terkemuka dan salah satu pendiri Middle East Airlines, maskapai nasional Lebanon.
Salah satu pamannya adalah mantan Perdana Menteri Saeb Salam, yang menjabat di jabatan itu empat kali antara tahun 1952 dan 1973. Tammam Salam adalah sepupu yang menjabat sebagai perdana menteri dua kali antara tahun 2014 dan 2016.
Nawaf Salam meraih gelar doktor dalam ilmu politik dari universitas bergengsi Sciences Po di Prancis serta gelar doktor dalam sejarah dari Universitas Sorbonne di Prancis. Ia juga meraih gelar Magister Hukum dari Sekolah Hukum Harvard. Salam pernah bekerja sebagai dosen di sejumlah universitas, termasuk Universitas Amerika di Beirut.
Sebelum mengepalai ICJ, ia menjabat sebagai duta besar Lebanon untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa antara tahun 2007 dan 2017. Ia juga mewakili negara tersebut di Dewan Keamanan PBB antara tahun 2010 dan 2011.
Penerbitannya meliputi “Lebanon Between Past and Future”, yang diterbitkan di Beirut pada tahun 2021.